Reporter: Iswanto | Editor: Buniyamin
SAMARINDA - Kasus perundungan atau bullying kerap kali terjadi di kalangan anak muda, terutama di lingkungan sekolah. Baik itu Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah tingkat menengah, seperti SMP dan SMA.
Akibatnya, anak yang menjadi korban perundungan menjadi depresi atau merasakan kecemasan terhadap diri sendiri.
Dampak dari tindakan perundungan sebenarnya tidak hanya dialami korban, tapi pelaku juga mengalami dampak negatif. Seperti terbiasa melakukan hal buruk hingga merugikan orang lain.
Untuk mencegah terjadinya hal itu, tentunya sangat diperlukan pengawasan atau edukasi tentang dampak negatif yang ditimbulkan. Edukasi yang diberikan dapat dilakukan di lingkungan sekolah termasuk juga lingkungan masyarakat terutama orang tua.
Seperti halnya yang dilakukan oleh pihak SMA Negeri 2 Samarinda di Jalan Kemakmuran, Kecamatan Sungai Pinang, Kota Samarinda.
Pada Kamis (4/8/2022) hari ini, Sebanyak 360 peserta didik mengikuti kegiatan seminar tentang dampak perundungan.
Kegiatan yang bekerjasama dengan Tim Reaksi Cepat Perlindungan Anak dan Perempuan (TRC-PPA) Kaltim itu menyampaikan tiga materi khusus, diantaranya pengenalan pasal-pasal terkait tindakan perundungan hingga pemberian materi tentang hipnoterapi.
Ketua TRC-PPA Kaltim, Rina Zainun menyebutkan dengan adanya kegiatan tersebut, maka siswa dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan dari perilaku perundungan melalui materi yang disampaikan.
"Perundungan itu 'kan banyak jenisnya. Jadi anak ini taunya perundungan itu hanya berupa kekerasan fisik saja, mereka tidak mengetahui perundungan secara verbal dan sosial juga ada. Jadi beberapa perilaku perundungan itu harus mereka tahu terutama dampak yang terjadi," kata Rina Zainun.
Dalam kegiatan tersebut, kata dia, beberapa pemateri menjelaskan kepada ratusan siswa terkait dampak yang ditimbulkan dari perilaku perundungan.
Selain itu, peran guru dalam di lingkungan sekolah juga telah disampaikan sehingga dapat segera dicegah. "Tentunya semua dampak dari perilaku perundungan itu sudah disampaikan. Kalau mereka (Siswa, Red) melakukan itu akibatnya apa? kemudian korban juga mengalami hal seperti apa? dan sikap guru dalam menanganinya seperti apa?," jelasnya.
Rina menegaskan peran guru dalam mencegah perilaku perundungan di lingkungan sekolah sangat penting, sehingga perilaku tersebut tidak meluas. Apalagi sampai menimbulkan korban.
"Otomotis ini harus melibatkan guru di sekolah, jadi bagaimana guru harus cepat respon saat mengetahui siswanya berbicara kasar. Kemudian saat mengetahui ada kelompok siswa yang melakukan bullying terhadap temannya, jadi peran guru sangat penting," ujarnya.
Menurutnya, perilaku perundungan disebabkan oleh beberapa faktor seperti merasa diri lebih mampu dari segi ekonomi. Kemudian merasa memiliki fisik dan mental yang baik, termasuk merasa memiliki kemampuan akademik yang baik dan lainnya.
Selain itu, lanjut dia, perilaku perundungan juga disebabkan karena kurangnya perhatian dari orang tua.
Sebab, menurut Rina, timbulnya perilaku perundungan terkadang muncul dari anak-anak yang sering mendapatkan kekerasan di lingkungan keluarga.
"Kadang anak yang melakukan perundungan itu karena kurangnya perhatian dari orang tua, sering dimarahi orang tuanya atau dipukul. Karena dia tidak bisa melampiaskan itu ke orang tuanya, akhirnya dia melakukan itu ke orang lain atau temannya," ungkap Rina.
Karena itu, Ketua TRC-PPA Kaltim itu menegaskan kepada orang tua agar tingkatkan perhatian terhadap perkembangan anak, Seperti mengajarkan anak sedini mungkin untuk tidak menjadi pelaku perundungan atau bullying.
"Orang tua juga harus sedini mungkin menanamkan kepada anak sikap empati terhadap orang lain. Ajarkan kepada anak untuk lebih peduli kepada orang lain, kepada siapapun di sekitarnya, sehingga mereka terbiasa dan tidak melakukan perundungan terhadap temannya," terangnya.
Wakil Kepala (Waka) Humas SMA Negeri 2 Samarinda, Agustina Pelitawati menyampaikan terima kasih kepada TRC-PPA yang telah berbagi pengetahuan terutama dampak dari perilaku perundungan.
Dia berharap setelah kegiatan tersebut, semua anak atau siswa dapat memahami dampak yang ditimbulkan dari perilaku perundungan.
"Melalui kegiatan ini kita harapkan agar anak-anak harus berhati-hati dalam pergaulannya. Kita harapkan juga agar mereka lebih humanis, saling menghargai orang lain, lebih berbenah diri untuk lebih baik lagi kedepan," ucapnya.
Agustina juga mengajak semua pihak, terutama orang tua untuk bersama-sama memperhatikan perilaku anak sehingga dalam pergaulan dapat mengedepankan asas kemanusiaan.
"Mohon kerjasamanya untuk saling memantau anak. Karena anak tentu butuh perhatian supaya ketika dia belajar ataupun berinteraksi bersama temannya bisa mengedepankan asas kemanusiaan, sehingga mereka bisa lebih bersemangat untuk belajar dalam menggapai masa depan yang lebih baik," serunya.