Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Jumlah Petani Aren Genjah di Kutim Semakin Sedikit, Padahal Permintaan Pasar Tinggi

Pohon Ganjah Aren yang terdapat di Desa Kandolo, Kutim.(ist)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Jumlah Petani Aren Genjah di Kutim Semakin Sedikit, Padahal Permintaan Pasar Tinggi

    PusaranMedia.com

    Pohon Ganjah Aren yang terdapat di Desa Kandolo, Kutim.(ist)

    Jumlah Petani Aren Genjah di Kutim Semakin Sedikit, Padahal Permintaan Pasar Tinggi

    Pohon Ganjah Aren yang terdapat di Desa Kandolo, Kutim.(ist)

    Reporter: Ainur Rofiah| Editor: Buniyamin

    SANGATTA - Kabupaten Kutai Timur (Kutim) miliki satu tanaman unggulan khas yang sudah sangat tersohor di Indonesia, yakni pohon Aren Genjah.

    Tanaman ini tersebar luas di Desa Kandolo, Kecamatan Teluk Pandan yang merupakan kecamatan terdepan saat memasuki wilayah Kutim.

    Pohon ini dipercaya memiliki banyak fungsi dan hasil airnya bisa dibuat berbagai macam.

    "Ya hanya bisa jadi gula merah, gula palem dan minuman jahe instan. Padahal banyak lagi yang dapat diolah,” ucap Sakka, salah seorang petani Aren Genjah.

    Namun, jumlah petani yang membudidayakan tanaman palma itu kini semakin sedikit.

    Padahal, kata Sakka, potensi olahannya sangat besar. Jika dapat dikelola dengan baik, pohon aren ini bisa menjadi berbagai produk.

    Semakin sedikitnya petani ditambah tidak adanya penerus membuat produk olahan pun terbatas dari hasil menyadap tangkai buah saja.

    Kolang-kaling juga merupakan olahan dari buah aren, serupa dengan sabut lidi dari batang daun yang ternyata memiliki harga jual yang tinggi.

    "Untuk produksi air nira saja kami kewalahan karena permintaan dari berbagai tempat cukup banyak," ungkapnya.

    Air nira hasil sadap per harinya bisa mencapai lima 20 liter tiap pohon. Jika diolah hanya bisa menjadi 2,5 kg gula merah atau menjadi 4 kg gula palem.

    Harga jualnya per 600 gram dipatok Rp 17 ribu. Sedangkan penjualan, Sakka mengaku hanya sekitar Kutim dan Bontang. Sebab sudah kehabisan cara dan tenaga untuk mengolah produk lainnya.

    Saat ini petani yang mau mengelola kebun Aren Genjah ini hanya 18 orang yang sebagian besar petani dengan kisaran 40-50 tahun lebih 

    "Anak mudanya lebih memilih menjual bibit saja atau memilih kelapa sawit. Kalau lebih banyak orang yang terlibat mungkin bisa dikembangkan lagi berbagai produk olahannya," imbuhnya.

    Awal mula, Sakka membudidayakan Aren Genjah pada periode 2000-an. Kala itu mencoba mengembangkan tanaman kakao.

    Tapi karena diserang hama tupai, hasilnya tidak maksimal. Kemudian lantas beralih ke tanaman pisang, lagi-lagi terserang virus tanaman dan usaha terakhir dikembangkan adalah Aren Genjah ini.

    Dibantu Dinas Perkebunan Kutim dan peneliti dari Manado, Sakka akhirnya berhasil membudidayakan tanaman yang dulunya sebatas tanaman hutan biasa itu. 

    Awalnya hanya pohon yang hanya setinggi empat meter saja dan sudah berbuah pada usia tanam enam tahun.

    “Kalau aren tingginya bisa enam meter dan baru berbuah delapan hingga 10 tahunan,” tandasnya.