Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Desa Tuana Tuha Kembangkan Produksi Gula Semut

Gula semit hasil produksi Desa Tuana Tuha (Foto:Ist)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Desa Tuana Tuha Kembangkan Produksi Gula Semut

    PusaranMedia.com

    Gula semit hasil produksi Desa Tuana Tuha (Foto:Ist)

    Desa Tuana Tuha Kembangkan Produksi Gula Semut

    Gula semit hasil produksi Desa Tuana Tuha (Foto:Ist)

    Reporter: Lodya Astagina | Editor: Supiansyah 

    TENGGARONG - Desa Tuana Tuha l, Kecamatan Kenohan selama beberapa bulan terakhir mengembangkan produksi gula semut dengan nama produk “Guleku Premium Sugar” yang didukung dengan kemasan menarik dan menjual sesuai dengan kebutuhan pasar. 

    Produksi mulai berjalan kurang lebih selama empat bulan, Kepala Desa Tuana Tuha, Tommy menjelaskan pada dasarnya desanya memang menjadi desa penghasil gula, namun selama ini hanya sebatas gula tradisional dengan bentuk batangan saja. 

    Untuk itu, ia bersama beberapa warga sekitar mencoba mengembangkan gula merah menjadi gula semut dan dapat memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada gula batangan yang hanya memiliki nilai jual dikisaran angka Rp20.000 - Rp25.000 saja. 

    “Sering lihat jualan online dan ke kampung sebelah ada yang jual gula semut, jadi ikut mengembangkan ke yang lebih menjual,” kata Tommy. 

    Meski belum resmi terdaftar sebagai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) karena kendala izin pangan industri rumah tangga (PIRT) yang belum keluar, namun Tommy mengaku ia dan beberapa kawan lainnya optimis untuk terus memproduksi Guleku. “Kita coba bersama buat UMKM walaupun belum resmi,” ucapnya. 

    Setelah satu bulan memproduksi Guleku varian original, Tommy mengaku setelahnya mereka mencoba menambah varian rasa jahe merah dan gula kelapa yang bisa langsung dijadikan cemilan, yaitu kelapa muda dicampur dengan gula, dan yang paling baru adalah gula cair guna kebutuhan tambahan untuk campuran kopi. 

    “Kebutuhan kawan-kawan di Samarinda dan Tenggarong minta dibuatkan gula cair buat di angkringan dan cafe untuk campuran kopi,” katanya. 

    Untuk pengolahannya sendiri sejauh ini ada tiga orang yang memproduksi Guleku di Desa itu. Setiap minggunya, khusus untuk varian rasa jahe merah, mereka memerlukan jahe sekitar 20 kg. Aktif memproduksi, setiap harinya Tommy mengaku mereka mampu menghasilkan kurang lebih 60 kg.

    “Aktif buat tiap hari, cuma ya setiap harinya enggak menentu. Paling banyak per orang sekitar 30 kg, karena ada tiga orang pembuat, per hari anggap saja 60 kg,” sebutnya. 

    Pendistribusiannya pun sejauh ini belum terbilang luas, masih dijual per orangan dan online dengan memanfaatkan media sosial seperti facebook dan sebagian ada juga dari Samarinda dan Tenggarong yang menjadi pelanggan, namun tidak dalam skala besar. 

    “Enggak skala besar juga, harganya yang original Rp15.000, gula kelapa Rp20.000 dan jahe merah Rp25.000,” ujarnya. 

    Kendala yang dirasakannya sejauh ini adalah merubah pola pikir dan rutinitas sebagian masyarakat yang sudah secara turun-temurun menjadi penghasil gula batangan. Rata-rata usia pembuat gula batangan pun di atas 40 sampai 50 tahun, dan untuk bisa membuat Guleku memang berbeda dengan pembuatan gula batangan. Selain itu, mereka juga telah memiliki pelanggan tetap sehingga lebih nyaman untuk penjualannya dan tidak perlu memikirkan pendistribusian lagi. 

    “Makanya kita cari teman-teman yang mengolah gula batangan dan diolah jadi gula semut. Sebenarnya kami menawarkan ke warga, kami yang beli airnya, terus kami yang mengolah biar bisa memantau sistem produksi dengan higienis,” terangnya. 

    Ke depan, jika PIRT telah terbit pihaknya berencana untuk memasukkan produksi Guleku ke supermarket. 

    “Cuma kendalanya karena PIRT belum keluar jadi nunggu itu dulu, karena disarankan teman-teman dinas dan penggiat usaha juga untuk masuk supermarket kalau bisa,” pungkasnya.