Reporter: Ainur Rofiah| Editor: Buniyamin
Reporter: Ainur Rofiah| Editor: Buniyamin
SANGATTA - Cagar budaya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) berpotensi menjadi spot wisata dan meningkatkan Pendapatan Aslj Daerah (PAD).
Salah satunya adalah Sumur Bual-bual yang merupakan peninggalan zaman Belanda untuk menggali minyak bumi yang berpotensi menjadi tempat wisata.
Sayangnya, kondisi atau penampakan sumur sudah tidak utuh lagi. "Tapi itu sudah tidak utuh, tinggal pipa-pipa nya saja, terkadang ada juga timbul hitam-hitamnya (Minyak)," ucap Zainal Abidin, Kabid Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Dinas Kebudayaan (Disbud) Kutim.
Menurutnya sumur tua itu sampai saat ini sudah tidak dioperasikan lagi. Sumur Bual-bual ini diketahui berada di Kecamatan Kaliorang. Letaknya pun tidak di sekitaran permukiman atau mudah dijangkau dan terdapat di dalam area perkebunan yang luas.
"Karena biasanya perkebunan ini ada di dalam-dalam hutan juga 'kan. Nah di situ didata, kami datang juga kemarin ke lokasi," terangnya.
Kendati demikian, pemberian tanda 'Cagar budaya' dari Disbud juga ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Lagi-lagi, tidak ada biaya perawatan.
Padahal, menurut Zainal apabila sumur tersebut di lestarikan, atau dirawat dapat menarik minat dari wisatawan luar.
"Sangat sayang sih, karena kan kalau dipikir-pikir lagi, ini bisa saja memunculkan potensi wisata baru, selain mereka melihat sumur, juga ada kebun warga," ungkapnya.
Namun kepekaan pemerintah soal potensi ini tidak terbuka, hingga kini sumur tersebut hanya ditetapkan sebagai cagar budaya tanpa ada perawatan.(Adv)
Diskominfo Perstik Kutai Timur
Reporter: Ainur Rofiah| Editor: Buniyamin
SANGATTA - Cagar budaya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) berpotensi menjadi spot wisata dan meningkatkan Pendapatan Aslj Daerah (PAD).
Salah satunya adalah Sumur Bual-bual yang merupakan peninggalan zaman Belanda untuk menggali minyak bumi yang berpotensi menjadi tempat wisata.
Sayangnya, kondisi atau penampakan sumur sudah tidak utuh lagi. "Tapi itu sudah tidak utuh, tinggal pipa-pipa nya saja, terkadang ada juga timbul hitam-hitamnya (Minyak)," ucap Zainal Abidin, Kabid Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Dinas Kebudayaan (Disbud) Kutim.
Menurutnya sumur tua itu sampai saat ini sudah tidak dioperasikan lagi. Sumur Bual-bual ini diketahui berada di Kecamatan Kaliorang. Letaknya pun tidak di sekitaran permukiman atau mudah dijangkau dan terdapat di dalam area perkebunan yang luas.
"Karena biasanya perkebunan ini ada di dalam-dalam hutan juga 'kan. Nah di situ didata, kami datang juga kemarin ke lokasi," terangnya.
Kendati demikian, pemberian tanda 'Cagar budaya' dari Disbud juga ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Lagi-lagi, tidak ada biaya perawatan.
Padahal, menurut Zainal apabila sumur tersebut di lestarikan, atau dirawat dapat menarik minat dari wisatawan luar.
"Sangat sayang sih, karena kan kalau dipikir-pikir lagi, ini bisa saja memunculkan potensi wisata baru, selain mereka melihat sumur, juga ada kebun warga," ungkapnya.
Namun kepekaan pemerintah soal potensi ini tidak terbuka, hingga kini sumur tersebut hanya ditetapkan sebagai cagar budaya tanpa ada perawatan.(Adv)
Reporter: Ainur Rofiah| Editor: Buniyamin
SANGATTA - Cagar budaya di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) berpotensi menjadi spot wisata dan meningkatkan Pendapatan Aslj Daerah (PAD).
Salah satunya adalah Sumur Bual-bual yang merupakan peninggalan zaman Belanda untuk menggali minyak bumi yang berpotensi menjadi tempat wisata.
Sayangnya, kondisi atau penampakan sumur sudah tidak utuh lagi. "Tapi itu sudah tidak utuh, tinggal pipa-pipa nya saja, terkadang ada juga timbul hitam-hitamnya (Minyak)," ucap Zainal Abidin, Kabid Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Dinas Kebudayaan (Disbud) Kutim.
Menurutnya sumur tua itu sampai saat ini sudah tidak dioperasikan lagi. Sumur Bual-bual ini diketahui berada di Kecamatan Kaliorang. Letaknya pun tidak di sekitaran permukiman atau mudah dijangkau dan terdapat di dalam area perkebunan yang luas.
"Karena biasanya perkebunan ini ada di dalam-dalam hutan juga 'kan. Nah di situ didata, kami datang juga kemarin ke lokasi," terangnya.
Kendati demikian, pemberian tanda 'Cagar budaya' dari Disbud juga ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Lagi-lagi, tidak ada biaya perawatan.
Padahal, menurut Zainal apabila sumur tersebut di lestarikan, atau dirawat dapat menarik minat dari wisatawan luar.
"Sangat sayang sih, karena kan kalau dipikir-pikir lagi, ini bisa saja memunculkan potensi wisata baru, selain mereka melihat sumur, juga ada kebun warga," ungkapnya.
Namun kepekaan pemerintah soal potensi ini tidak terbuka, hingga kini sumur tersebut hanya ditetapkan sebagai cagar budaya tanpa ada perawatan.(Adv)