Reporter : Herdiansyah | Editor : Buniyamin
SAMARINDA - Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Samarinda menemui Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda terkait penolakan pembangunan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Jalan SMP 8 RT 29, Kelurahan Rapak Dalam, Kecamatan Loa Janan Ilir.
Dalam pertemuan tersebut turut menghadirkan pihak Pemerintah Kota Samarinda, LSM, GP Ansor Samarinda dan pemuda Muhammadiyah yang berlangsung di Ruang Rapat DPRD Samarinda, Senin (19/12).
Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, Joha Fajal mengatakan pertemuan itu untuk memperjelas dan mengetahui permasalahan yang terjadi pada pembangunan GBKP.
Pada perizinan rumah ibadah atau Gereja ini telah dilakukan sejak 2016 dan telah memenuhi persyaratan sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 2006.
Kemudian SKB nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah.
"Namun sejauh ini rekomendasi dari Kelurahan Rapak Dalam sebagai persyaratan untuk melanjutkan proses perizinan tidak dikeluarkan oleh lurah," kata Joha.
Ia menjelaskan untuk menerbitkan perizinan pembangunan GBKP harus mendapatkan surat rekomendasi dari kelurahan dengan catatan 60 orang yang memberikan rekomendasi dari RT setempat.
"Jika mengacu pada SKB itu, persyaratan atau rekomendasinya bukan pada masyarakat tingkat RT, tetapi masyarakat tingkat kelurahan. Artinya persyaratan 60 rekomendasi masyarakat itu harus perwakilan dari masyarakat tingkat kelurahan," jelasnya.
Bahkan, jika pada tingkat kelurahan itu sulit untuk dipenuhi maka bisa dipermudah dengan melakukannya di tingkat kecamatan guna mempermudah warga pemeluk agama tersebut untuk beribadah.
"Kita mendorong agar seluruh umat beragama bukan hanya Kristen, Katolik dan Islam tetapi secara menyeluruh untuk betul-betul memahami dan taat terhadap UU yang berlaku," harapnya.
Untuk itu, ia berharap agar pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tadinya tidak paham bisa menjadi paham terhadap aturan. "Selain sebagai bangsa Indonesia semboyan Bhenika Tunggal Ika, perlu juga menghargai dan memiliki rasa toleransi dan kebersamaan umat beragama satu sama lain," tutupnya.
Ketua panitia pembangunan GBKP Hermas Sitepu menjelaskan, bahwa proses perizinan rumah ibadah (Gereja) dilakukan sejak 2016.
Ia mengaku, pihaknya pada pembangunan tersebut telah memenuhi persyaratan yang sesuai dengan SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 2006 dan nomor 8 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah atau wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah.
"Yang jelas secara persyaratan SK pada dua Mentri telah terpenuhi, namun sejauh ini rekomendasi dari kelurahan Rapak Dalam sebagai persyaratan untuk melanjutkan proses perizinan tidak dikeluarkan oleh lurah Rapak Dalam," katanya.
Lanjut, kata Hermas, secara persyaratan telah dilengkapi, tetapi dalam prosesnya mendapatkan hambatan dengan alasan penolakan dari masyarakat, maka dari itu, ia meminta semua yang terlibat untuk dapat bermusyawarah dan mencari solusi terkait perizinan pembangunan gereja.
"Kita hanya meminta kepastian pemerintah setempat serta solusinya, sehingga kesetaraan umat dapat tercapai. Gereja itu sangat dibutuhkan untuk beribadah, selama 15 tahun GBKP terus berupaya mendapatkan satu tempat ibadah bagi suku Karo," tutupnya.