Reporter: Adi Kade | Editor: Bambang Irawan
PENAJAM - Tahun 1998, Lamale pria berusia 67 tahun ini akhirnya memutuskan menutup usaha pembuatan arang setelah berjalan lebih dua tahun di Kelurahan Mentawir, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Ia berhenti melakoni usaha pembuatan arang dengan alasan takut masuk penjara. Selama dua tahun lebih membuat arang dari kayu mangrove. Saat itu, pemerintah telah gencar sosialisasi perlindungan hutan mangrove.
Kakek bercucu 11 orang ini mengaku, saat menjalani usaha pembuatan arang hampir setiap hari keluar masuk hutan di Kelurahan Mentawir untuk menebang pohon mangrove untuk dijadikan arang.
Lamale melakukan penebangan liar dengan menyasar pohon mangrove yang tegak lurus. Dalam sepekan, diperkirakan puluhan sampai ratusan pohon bakau yang ditebang.
Dalam sepekan mampu memproduksi arang antara 300 sampai 500 karung. Arang buatannya kemudian dibawa ke Balikpapan menggunakan perahu untuk dijual.
“Saya ini mantan perambah hutan mangrove. Saya menebang itu sifatnya spot-spot, karena cari yang pohonnya lurus. Kalau itu tidak spot-spot, mungkin ada satu hektare hutan mangrove saya tebang salam satu minggu,” kata Lamale, Selasa (3/12/2023).
Lamale berhenti menebang pohon mangrove untuk pembuatan arang karena takut dengan ancaman aturan penebangan liar terhadap hutan mangrove. “Saya berhenti, karena takut dengan ancaman hukuman,” ujarnya.
Tahun 2001, Lamale terketuk hatinya untuk menjaga kelestarian hutan mangrove di ujung Teluk Balipapan, Kelurahan Mentawir. Ia memutuskan aktif melestarikan hutan mangrove di Mentawir sebagai “penebus dosa”.
“Saat memutuskan untuk menjaga kelestarian hutan mangrove, langkah awal yang saya lakukan adalah mencegah penebangan hutan mangrove untuk alih fungsi jadi tambak dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait manfaat hutan mangrove,” ujarnya.
Keberadaan ribuan hektare hutan mangrove di pesisir ujung Teluk Balikpapan sangat bermanfaat bagi nelayan. “Sekarang mangrove di pesisir jadi tempat nelayan menangkap kepiting, udang dan ikan,” bebernya.
Lamale didaulat sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kelurahan Mentawir juga aktif menanam bibit mangrove pada 2014 atas bantuan perusahaan swasta. Kemudian tahun 2016-2017, melakukan pembibitan mangrove sekaligus melakukan penanaman bersama masyarakat setempat.
Hutan mangrove di Kelurahan Mentawir yang dijaga oleh Lamale bersama kelompoknya seluas 7.620 hektare. Hutan mangrove tersebut sebagian besar berada dalam lahan konsesi milik PT Inhutani I Batu Ampar.
Dari 7.620 hektare tersebut seluas 1.850 hektare hutan mangrove untuk konservasi dan 500 hektare jadi objek wisata. “500 hektare hutan mangrove dijadikan objek wisata itu dikelola oleh Pokdarwis,” tuturnya.
Kakek berusia 67 tahun ini sebagai penggerak pelestarian hutan mangrove di Mentawir telah berlangsung selama 21 tahun. Atas perannya tersebut ia diusulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) PPU ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai calon penerima penghargaan Kalpataru 2023 untuk kategori penyelamat lingkungan.
“Harapannya, terpilih. Dan bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat yang lain,” harapnya.