Reporter: Lodya Astagina | Editor: Bambang Irawan
TENGGARONG - Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutai Kartanegara (Kukar), Bahari Jokosusilo mengakui kontribusi pendapatan dari pungutan pajak sarang burung walet masih kurang.
Padahal, Kukar menjadi salah satu daerah di Kaltim yang paling banyak membudidayakan sarang burung walet. Berdasarkan data Bapenda Kukar, sepanjang tahun 2022 pajak sarang burung walet hanya berhasil mengumpulkan Rp130,8 juta dari target Rp164,3 juta.
Angka tersebut dinilai sangat sedikit bila dibanding dengan pungutan PPh sebesar 1,5 persen, dari sarang burung walet yang sudah mencapai Rp300 juta. “Itu dari enam wajib pajak yang terdaftar dan aktif,” sebutnya.
Menurutnya, masalah tarif pajak yang ditetapkan pun dianggap terlalu tinggi bagi petani walet. Kemudian, ketika dicegat pajak di hilir, dengan mencoba berkoordinasi dengan Balai Karantina, mereka menilai hal tersebut bukan wewenang mereka.
Ketika dipaksakan, akan terganjal di Undang-undang Cipta Kerja yang sudah disahkan, yakni menghambat ekspor.
“Beberapa tahun ini dikejar, banyak dilematisnya, kalau kita mau baiki pajak walet dari hulunya, dari regulasinya dulu,” jelasnya.
Oleh karena itu, perlu ada perbaikan regulasi yang mengatur pajak sarang burung walet. Ini sebagai bentuk tindak lanjut dari atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.