Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan
Banner ADV

Warga Desa Kerta Buana di Tenggarong Seberang Peringati Nyepi 2023

Tangkapan layar salah satu prosesi warga Desa Kerta Buana sambut Perayaan Nyepi. (Foto: Istimewa)

BERITA TERKAIT

    Banner ADV

    Diskominfo Kutai Kartanegara

    Warga Desa Kerta Buana di Tenggarong Seberang Peringati Nyepi 2023

    PusaranMedia.com

    Tangkapan layar salah satu prosesi warga Desa Kerta Buana sambut Perayaan Nyepi. (Foto: Istimewa)

    Banner ADV

    Warga Desa Kerta Buana di Tenggarong Seberang Peringati Nyepi 2023

    Tangkapan layar salah satu prosesi warga Desa Kerta Buana sambut Perayaan Nyepi. (Foto: Istimewa)

    Reporter: Lodya Astagina | Editor: Bambang Irawan

    TENGGARONG - Umat Hindu di Desa Kerta Buana, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) memperingati Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945, Rabu (22/3/2023). 

    Desa Kerta Buana dikenal sebagai Kampung Bali. Mayoritas penduduknya menganut agama Hindu. “Jumlah warga Desa Kerta Buana 5.625 jiwa. Sedangkan, 1.969 jiwa atau 35 persennya merupakan umat hindu,” kata Kepala Desa Kerta Buana I Dewa Ketut Adi Basuki. 

    Terdapat empat pantangan yang diperhatikan saat Hari Raya Nyepi. Keempat pantangan itu disebut dengan Catur Brata Penyepian. Antara lain, Amati Geni berarti larangan untuk menyalakan api sepanjang hari, tidak memasak, tidak menyalakan lampu, yang juga berarti berpuasa dan tidak menikmati makanan atau minuman. 

    Amati Karya berarti larangan untuk bekerja fisik karena fokus untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi. 
    Amati Lelanguan berarti larangan untuk mencari hiburan karena pikiran harus dipusatkan untuk mengingat dan memikirkan Ida Sang Hyang Widhi dan melakukan introspeksi diri.

    Amati Lalungan berarti larangan untuk bepergian karena tidak diperbolehkan untuk pergi dari area tapa brata dilaksanakan dan Gembak Geni sehari setelah Nyepi. 

    Sebagaimana diketahui, warga transmigrasi dari Bali pertama kali menempati kawasan Desa Kerta Buana, pada 1980, tepatnya pada 11 Oktober 1980 silam. Saat itu, 400 kepala keluarga asal Provinsi Bali bermigrasi dan bermukim di Kabupaten Kukar (Kukar). Lokasinya dahulu diberi nama L4.

    Namun, kini permukiman tersebut secara formal dinamai Desa Kerta Buana. Sudah berkembang dan dihuni hingga 1.969 jiwa. Meski sudah banyak terjadi persilangan perkawinan antar suku di daerah ini, tapi tak bisa menggerus ciri khas Desa Kerta Buana. Sejumlah ritual serta acara adat suku Bali rutin dilakukan. 

    Seperti kesenian Joget Bumbung, Ngaben, dan kesenian Jegog. Pura yang menjadi tempat ibadah warga Hindu-Bali terlihat di setiap rumah. Meski demikian, tingkat toleransi antarsuku Bali dengan suku-suku lainnya di Desa Kerta Buana juga terbilang sangat tinggi. 

    “Dukungan dari masyarakat Non Hindu di sini luar biasa, toleransi kita sudah terbentuk sejak lama. Kita biasa saling menjaga,” katanya. 

    Secara geografis, Desa Kerta Buana berada di tengah-tengah Kecamatan Tenggarong Seberang atau kira-kira berjarak 12 kilometer dari ibu kota kecamatan. Sebelah barat desa ini berbatasan dengan Kecamatan Tenggarong. 

    Sementara di selatan, berbatasan dengan Kota Samarinda. Untuk di timur dan utara, berbatasan dengan Kecamatan Marangkayu serta Sebulu. Dalam tiap perayaan acara adat bagi warga Hindu-Bali di Desa Kerta Buana memang kerap menjadi daya tarik tersendiri. 

    Bahkan tak jarang, sejumlah tamu dari pejabat asal Provinsi Bali juga hadir. Itulah yang juga membuatnya yakin bahwa khas suku Bali di kampungnya belum tergerus zaman. “Meski hanya setingkat desa, banyak acara di desa ini yang dianggap menarik bagi warga luar. Seperti acara mengarak Ogoh-Ogoh,” sebutnya. (Adv)