Imam Sutanto
(Bawaslu Samarinda)
PADA 14 Desember 2022 lalu, KPU RI menetapkan 17 Parpol peserta Pemilu 2024.
Para ketua, sekretaris, bendahara dan/atau anggotanya ramai-ramai mengenalkan diri agar dipilih di Pemilu 2024 mendatang.
Maraknya kegiatan bernuansa politik agaknya membuat masyarakat bertanya, apakah sosialisasi mereka termasuk kampanye? Pandangan ini hanya salah satu diantara banyak sekali tafsir atas terminologi keduanya.
Nah, jika ada pertanyaan apakah partai politik boleh sosialisasi? Jawabannya Boleh. Rujukannya Peraturan KPU Nomor 23/2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum, Pasal 25 ayat (2)
“Partai Politik dapat melakukan sosialisasi dan pendidikan politik di internal Partai Politik, dengan metode:
a. pemasangan bendera Partai Politik Peserta Pemilu dan nomor urutnya; dan
b. pertemuan terbatas, dengan memberitahukan secara tertulis kepada KPU dan Bawaslu paling lambat 1 (satu) Hari sebelum kegiatan dilaksanakan” karena Peraturan ini belum direvisi, maka Partai Politik bisa memedomani rujukan ini.
Lantas apakah partai politik boleh berkampanye? Jawabannya tidak. Rujukannya masih sama Peraturan KPU Nomor 23/2018 Pasal 25 ayat (1) “Partai Politik yang telah ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dilarang melakukan Kampanye sebelum dimulainya masa Kampanye”.
Lalu kapan masa kampanye dimulai, yakni tiga hari setelah penetapan calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, calon Presiden dan Wakil Presiden berakhir sampai tiga hari sebelum masa tenang.
Perbedaan pendapat muncul saat ada dugaan kampanye di luar jadwal, sementara aturan membolehkan sosialisasi. Barangkali pengertian ‘sosialisasi’ dan ‘kampanye’ harus kita jlentrehkan (uraikan) terlebih dulu.
Sosialisasi
KBBI memberi pengertian, “upaya memasyarakatkan sesuatu sehingga menjadi dikenal, dipahami, dihayati masyarakat”. Sederhananya “sesuatu” menjadi kata kunci karena terkait informasi umum dan luas.
Sosialisasi agaknya memiliki tujuan membuat masyarakat mengenal, memahami, menghayati informasi. Jika sosialisasi terdapat muatan tawaran atau ajakan untuk mendapat keuntungan, maka arti "sosialisasi" bergeser menjadi "promosi".
Tafsir sosialisasi dalam perspektif Peraturan KPU 23/2018, terpenting adalah tidak mengandung ajakan memilih (nyoblos) atau melakukan larangan kampanye misalkan memberi uang atau materi lainnya.
Jika partai politik membuat pertemuan terbatas dengan masyarakat, boleh apa tidak? Jawabannya boleh. Lalu apa saja bentuk sosialisasi Pemilu? Beragam, bisa dialog, tanya jawab, nyanyi, ceramah, permainan, sketsa drama dan lain-lain.
Kampanye
Masih menurut KBBI, kampanye adalah “serangkaian kegiatan dilakukan organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan untuk mendapat dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara”. Lalu Pasal 1 angka (21) PKPU 23/2018, kampanye maknanya “kegiatan Peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu”.
Ada beberapa kata kunci, “Peserta Pemilu, Pihak Lain Yang Ditunjuk, Visi, Misi, Program atau Citra Diri”. Meski sangat tipis, terminologi ‘kampanye’ berbeda dengan ‘sosialisasi’. Sosialisasi hanya mengandung informasi umum, sementara kampanye mengandung informasi detil, mengajak, ada visi,misi,program dan citra diri peserta pemilu.
Sosialisasi dilakukan siapa saja, sementara kampanye dilakukan peserta Pemilu atau pihak lain seperti tim kampanye, pelaksana kampanye, juru kampanye dan petugas kampanye.
Sosialisasi dilakukan sebelum tahapan kampanye, sementara kampanye digelar harus saat masa kampanye berlangsung dan terjadwal. Sosilisasi mengandung larangan administrasi seperti mengajak memilih, sementara kampanye justru mengandung larangan pidana seperti pemberian uang dan/atau materi lainnya.
Partai politik sudah boleh sosialisasi tapi belum boleh melakukan kampanye.