Reporter: Lodya Astagina | Editor: Bambang Irawan
TENGGARONG - Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar mengeluarkan aturan larangan bagi pihak sekolah untuk melakukan jual beli buku pelajaran.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor: B - 1289/PSD.1 /100.3.4/02/2023 tentang Larangan Penjualan Buku Pelajaran dan Lembar Kerja Siswa Pada Satuan Pendidikan. SE ini dikeluarkan sejalan dengan Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 pasal 11 tentang Pelarangan Penjualan Buku.
Larangan praktik jual beli buku tersebut berlaku untuk sekolah di 18 kecamatan yang ada di Kukar, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Disdikbud Kukar meminta agar praktik jual beli buku di sekolah dihentikan, dan meminta sekolah memaksimalkan dana BOS.
Selain itu, kreativitas guru dalam membuat modul ajar juga bisa lebih ditingkatkan, serta memaksimalkan pemanfaatan Platfom Merdeka Mengajar “Platfom Merdeka Mengajar sudah disediakan dalam bentuk perangkat ajar, guru bisa langsung mengunduh dan menjadikan bahan ajar. Jadi tak perlu lagi jual beli buku,” kata Kepala Disdikbud Kukar, Thauhid Afrilian Noor, Kamis (20/7/2023).
Thauhid mengatakan banyak mendapat laporan dari masyarakat. Aduan tersebut disampaikan secara langsung dan bersurat, serta laporan SPAN Lapor di Disdikbud Kukar. “Sudah banyak laporan masuk terkait jual beli buku di sekolah yang membebani siswa,” katanya.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPRD Kukar, Ahmad Zulfiansyah berencana melakukan inspeksi mendadak ke sejumlah sekolah. Hal ini untuk membuktikan keluhan masyarakat terkait biaya masuk sekolah yang mahal, baik untuk pembelian buku maupun atribut seragam sekolah. “Kita akan lakukan sidak secepatnya ke sekolah, kita lihat berapa mereka mematok harga,” ujarnya.
Menurutnya, sekolah negeri seharusnya tidak memungut biaya. Bahkan, pihaknya sudah memanggil beberapa Kepala SMP di Kecamatan Tenggarong. “Yang namanya sekolah negeri itu gratis tidak ada pungutan. Pengakuannya tidak ada pungutan saat penerimaan maupun setelah masuk sekolah,” tuturnya.
Hasil penulusurannya, pemungutan biaya baju bukan berasal dari pihak sekolah, melainkan koperasi sekolah.
Koperasi sendiri bukan lembaga resmi pemerintah, dan pihak sekolah juga tidak mempunyai hak untuk melarang.
“Kalau buku paket itu masuk pada kebijakan. Kita akan mencari regulasi sehingga APBD Kukar yang tinggi ini kita berupaya ke depan pemkab bisa menyiapkan paket buku sekolah,” ucapnya.
Namun, Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyebut apabila kebijakan pemerintah selalu berubah-ubah setiap tahunnya. Buku paket yang dibeli tahun ini, belum tentu bisa digunakan lagi pada tahun yang akan datang. Hal ini yang menjadi permasalahan. APBD yang harusnya dapat digunakan lima tahun, harus terpaki setiap tahun. “Akhirnya kita memboroskan APBD, karena tiap tahun berubah. Ini sedikit susah kita mengikuti regulasi Kementerian,” tuturnya.
Zul juga mengimbau koperasi sekolah untuk menyesuaikan harga dengan pasaran. Melihat para orang tua juga protes karena terbebani dengan harga yang mahal. “Kita tidak melarang koperasi berjualan, tapi kita minta agar harganya lebih miring dan bisa diturunkan," tutupnya.