Reporter: Ayu Norwahliyah | Editor: Buniyamin
SAMARINDA - Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tak hanya kaya akan destinasi wisata, tapi juga memiliki salah satu corak unik pada kain yang bernama Ulap Doyo.
Kain ulap doyo sendiri merupakan kain khas Bumi Etam buatan Suku Dayak Benuaq, Tanjung Isuy, Kabupaten Kutai Barat, Kaltim.
Diketahui, kain tenun ini telah ada di Kaltim sebelum abad ke-17 dan termasuk salah satu kain yang cukup populer sejak masa Kerajaan Hindu-Buddha pertama di Indonesia, yakni Kerajaan Kutai.
Nama Ulap Doyo sendiri berasal dari kata 'Ulap' dalam bahasa daerah setempat berarti kain. Sedangkan 'Doyo' diambil dari nama tanaman yang menjadi bahan pembuatnya, yakni Curliglia Latifolia atau Daun Doyo.
Jika dilihat sepintas, tanaman doyo ini memiliki ciri serupa dengan daun pandan yang berserat kuat dan tumbuh liar di pedalaman Kalimantan, seperti di Tanjung Isuy dan Jempang.
Dilansir dari situs Indonesia Kaya, tahapan pembuatan kain Ulap Doyo dimulai dari mengeringkan Daun Doyo yang akan digunakan sebagai bahan baku. Kemudian, daun tersebut disayat mengikuti arah serat hingga menjadi serat yang halus.
Selanjutnya, serat-serat tersebut dijalin dan dilinting hingga membentuk benang kasar dan prosesnya dilanjutkan pada pewarnaan menggunakan bahan-bahan alami.
Umumnya, kain Ulap Doyo dibuat berwarna merah yang berasal dari buah glinggan, kayu oter, hingga buah londo. Di sisi lain, ada juga kain Ulap Doyo yang berwarna cokelat dan warna tersebut diperoleh dari Kayu Uwar.
Untuk motifnya sendiri, Ulap Doyo bisa berupa flora dan fauna yang ada di tepian Sungai Mahakam dan ada juga motif yang menggambarkan peperangan antara manusia dengan naga juga menjadi sumber inspirasi para pembuatnya.
Berdasarkan informasi di situs Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi (Diskominfo) Kaltim, motif naga ini melambangkan kecantikan seorang wanita hingga motif limar atau perahu yang melambangkan kerja sama.
Ada juga motif timang atau harimau melambangkan keperkasaan seorang pria. Motif tangga tukar toray atau tangga rebah yang bermakna usaha dan kerjasama masyarakat serta berbagai motif lainnya.
Menariknya, cara masyarakat memakai kain ini pun cukup beragam, yang mana tenun ulap doyo dapat digunakan oleh laki-laki dan perempuan dalam upacara adat, tari-tarian dan dalam kehidupan sehari-hari suku Dayak Benuaq.
Bahkan, terdapat juga pembagian kasta ketika digunakan, seperti motif waniq ngelukng, diperuntukan masyarakat biasa, kain bermotif jaunt nguku hanya diperkenankan untuk kalangan bangsawan atau raja. (Adv)