Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Dinkes Kaltim Ungkap Faktor Rendahnya Balita Gizi Buruk, Salah Satunya Akses Layanan Kesehatan 

Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin. (Foto: Istimewa)

BERITA TERKAIT

    Diskominfo Prov. Kalimantan Timur

    Dinkes Kaltim Ungkap Faktor Rendahnya Balita Gizi Buruk, Salah Satunya Akses Layanan Kesehatan 

    PusaranMedia.com

    Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin. (Foto: Istimewa)

    Dinkes Kaltim Ungkap Faktor Rendahnya Balita Gizi Buruk, Salah Satunya Akses Layanan Kesehatan 

    Kepala Dinkes Kaltim, Jaya Mualimin. (Foto: Istimewa)

    Reporter: Herdiansyah | Editor: Buniyamin 

    SAMARINDA - Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020 hingga 2024, menurunkan stunting dari 14 persen menjadi 7 persen pada tahun 2024 terhadap indikator pembangunan kesehatan.

    Ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, Jaya Mualimin saat menghadiri pembukaan pelatihan terintegrasi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan Tata Laksana Gizi Buruk Provinsi Kaltim di Hotel Ibis Samarinda, Senin (20/11/2023).

    Menurut dia, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tiga masalah gizi pada balita, yaitu stunting dan wasting, overweight, serta defisiensi zat gizi mikro.

    Dia menjelaskan bahwa data riset kesehatan dasar tahun 2018 terdapat 10,2 persen balita wasting atau kasus gizi kurang. Sedangkan 3,5 persen diantaranya savera wasting.

    "Tingkat kematian dan kesakitan anak dengan gizi buruk lebih tinggi dibanding anak dengan gizi baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan secara cepat dan tepat untuk mencegah kematian dan komplikasi lebih lanjut serta memperbaiki tumbuh kembang anak di masa mendatang," harap Jaya.

    Lebih lanjut, kata dia, kasus gizi buruk masih banyak ditemui di masyarakat, namun jumlah kasus yang dilaporkan dan yang mendapat perawatan masih rendah.

    Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya balita gizi buruk yang mendapat perawatan antara lain karena terbatasnya akses layanan kesehatan, belum banyak fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan balita sakit secara integratif sehingga kasus gizi buruk tidak terdeteksi, dan ketidakmampuan pemberi layanan dalam tata laksana gizi buruk.

    "Pelaporan yang tidak lengkap serta rendahnya kesadaran keluarga untuk membawa balita gizi buruk ke tempat pelayanan kesehatan," pungkasnya. (Her/Adv/Diskominfokaltim)