Oleh : Achmad Fadillah/Wartawan pusaranmedia.com
BANGUNAN Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Kota Balikpapan di wilayah Gunung Pasir, Jalan Kapten Piere Tendean, Kelurahan Gunung Sari Ilir, Kota Balikpapan sepertinya bisa menjadi cagar budaya karena merupakan bangunan eks rumah sakit (RS) peninggalan kolonial Belanda.
Kondisi bangunan khas zaman kolonial itu masih berdiri kokoh di kawasan yang dikenal kampung pelajar tersebut. Beberapa sudut bangunan pun masih memiliki ciri-ciri kolonial Belanda.
Wartawan pusaranmedia.com pada Senin (1/4/2023) siang tadi berkesempatan masuk dan melihat bangunan SMPN 1 Balikpapan yang juga mendapat gelar sebagai sekolah favorit tersebut.
Dari halaman parkir, sudah tampak pintu masuk bangunan sekolah yang kuno. Bagian depan pintu ini agak berbeda dengan lainnya yang umumnya panjang. Tapi pintu tersebut berbentuk lingkaran 180 derajat dengan dinding kaca.
Saat masuk, berjejer raihan piala penghargaan sekolah yang ditata rapi di sudut lobi. Terpampang pula foto-foto kepala sekolah lengkap dengan nama dan masa jabatannya, pertama kali sekolah ini dipimpin orang asing, yaitu Y Roels periode 1951-1953 yang berfoto bersama dua muridnya.
Meski masuk kategori sekolah favorit di Kota Minyak, sekolah tersebut juga memiliki cerita mistis selayaknya bangunan rumah sakit tua lainnya di Indonesia, yakni kerap ada jeritan tak diketahui sumbernya dan lainnya.
Guru SMPN 1 Balikpapan, Dyah Puspandari pu dengan senang hati menjelaskan apa yang ingin diketahui dari SMPN 1 Balikpapan ini.
"Dulu kebetulan ibu saya pernah bersekolah di sini, terus kepala sekolah namanya Pak H Riduan Sjahrani. Saya juga alumni pada 1984 lalu. Menurut sejarah, dulu di sini adalah rumah sakit kolonial Belanda, makanya di lobi itu ada foto kepala sekolah yang pertama," ucap Dyah.
"Nah mengenai gedung-gedungnya itu, secara jelas saya tidak tahu. Tapi, mungkin dulu itu adalah tempat pasien-pasien rawat inap barangkali dan di depan situ pintunya tidak seperti itu, pintunya jeruji besi bulat seperti ini," ujarnya sambil menunjuk sebuah jendela.
Dia pun menunjuk pola lantai yang masih sama seperti dulu, yakni batu-batu yang dibangun zaman Belanda, meski sekarang sudah diganti dengan keramik. Begitu juga dengan jendela dan cerobong asap yang ada di dalam ruangan ini, kemudian ada batu besar di bagian tengah.
Dyah pun bergeser ke depan yang tak jauh dari ruangan multimedia sekolah tersebut. Di sana, terdapat dua lubang sumur bekas peninggalan rumah sakit kolonial Belanda.
"Kalau sumur ini memang buatan lama, dulu tempat cadangan air. Kalau misalnya air nggak ada, sumur ini digunakan. Bahkan dulu kalau saya dengar cerita guru saya itu, mereka di sini menggunakan air sumur dan airnya bersih," ujarnya.
Bangunan lainnya juga tampak masih sama, gedung yang pendek, ruangan yang kecil dengan langit-langit yang tinggi dan fentilasi yang berukuran kotak memanjang kecil sama khas kolonial Belanda.
Bahkan ada gedung yang dulunya tempat kamar mandi atau WC, kini sudah beralih fungsi menjadi kamar ganti pakaian peserta didik. Begitu juga dengan pohon-pohon ketapang yang dulu ada, kini sudah berganti dengan pohon yang mirip Pinus.
Di Aula sekolah juga demikian, bentukannya masih sama. Meski juga ada sebagian yang diganti, tetapi tidak dengan bentuknya jendelanya.
Setelah mengelilingi sekolah, terlihat juga beberapa ruangan kelas perlu diperbaiki karena sudah tidak dipakai lantaran rusak.