Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bambang Irawan
BALIKPAPAN - Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kaltim, Hapniah mengajak masyarakat untuk tidak berprilaku mental miskin.
Ini disampaikan agar masyarakat dapat hidup terjamin tanpa bayang-bayang kemiskinan. Bahkan mental miskin dianggap lebih berbahaya dari pengangguran.
Hapniah mengatakan mental miskin tersebut sering ditemui saat ada pembagian Bantuan Sosial (Bansos) maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT). Sehingga hal tersebut yang membuat bantuan tidak tepat sasaran.
"Sebenarnya akar permasalahannya itu di kemiskinan, penganggurannya itu penyebabnya juga di faktor kemiskinan. Dari pengangguran bisa miskin 'kan, tapi pengangguran belum tentu jadi miskin. Sehingga yang harus kita tuntaskan itu kemiskinan, yang berbahaya itu mental miskin," ucap Hapniah, Jumat (28/6/2024).
"Kita melihat khususnya untuk Bansos-Bansos yang sekarang ini kadang-kadang tidak tepat sasaran, kalau sudah terkait sebutan mereka nggak mau disebut miskin. Tapi kalau sudah berkaitan dengan ada bantuan, lalu mereka ngaku-ngaku miskin," ujarnya.
Menurutnya, hal tersebut dapat menghalangi kesempatan terhadap yang berhak menerima bantuan. Karena itu, perilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dianggap masih ada.
"KKN itu 'kan masih benar-benar ada katanya, yang dapat Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) ternyata keluarga-keluarganya beliau, lalu bagaimana data-data itu," tuturnya.
Ia mengaku sebenarnya di Kementerian Sosial (Kemensos) itu ada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diinput dari RT, kelurahan sampai kecamatan.
"Seharusnya data itu yang harus disinkronkan dengan berbagai indikator miskin, jangan membuat data palsu, orang mampu tapi dimasukkan DTKS miskin. Sementara pemerintah ini memberikan bantuan berdasarkan itu data, dia tidak terjun langsung. Bahkan persoalannya juga orang itu sudah meninggal masih dapat bantuan. Artinya dia tidak melakukan updating data," terangnya.