Reporter: Lodya Astagina | Editor: Bambang Irawan
TENGGARONG - Datang ke Kota Raja Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Yayasan Art Music Today hadir memantik pelestarian Kesenian Tingkilan.
Bersama kolaborator, Art Music Today berkesempatan memotret Seni Tradisi Tingkilan yang ada di Kalimantan Timur (Kaltim), atau Kutai pada khususnya.
Tingkilan, salah satu kesenian tradisional masyarakat Suku Kutai. Sindiran berbentuk pantun, berisi kritik dan saran, disampaikan dengan nyanyian, diiringi alat musik gambus dan ketipung.
Yayasan asal Yogyakarta ini ingin turut hadir menjadi pemantik pelestarian Tingkilan, dengan didukung penuh oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Dana Indonesiana
Yayasan ini datang dengan Program Kemah Budaya se-Kaltim, digelar mulai 5-8 Agustus, berlangsung terpusat di Ladang Budaya (Ladaya), Tenggarong. Bertemu, Berguru, Meramu menjadi konsep yang diusung untuk mengedepankan pertemuan, pembelajaran, dan kolaborasi dalam musik Tingkilan.
Program ini mempertemukan para seniman musik dari berbagai latar belakang dan wilayah di Kalimantan, menciptakan ruang untuk saling belajar, berbagi pengalaman, dan bersama-sama meramu komposisi musik Tingkilan yang inovatif.
“Kami invite kawula muda sebagai peserta aktif, usia 17-35 tahun. Jadi kegiatan ini sebetulnya semi internal,” beber Ketua Yayasan Art Music Today, Erie Setiawan ditemui di sela-sela agenda.
Tak cuma meramu musik, dalam agenda Kemah Budaya juga dilakukan pembuatan film dokumenter berdurasi 50 menit, Profil Seniman Tradisi Tingkilan Mbok Juwita, juga penulisan buku biografi Juwita.
Ia adalah perempuan kelahiran Desa Menamang Kanan, Kecamatan Muara Kaman pada 1964 silam. Salah satu pelestari Tingkilan yang masih aktif di Kutai, dan Penggambus Tradisi di Sanggar Karya Budi.
Mantan Redaktur Majalah Gong ini menyebut, karya-karya yang diproduksi dalam waktu singkat tersebut akan ditampilkan pada malam puncak Kemah Budaya, di tanggal 8 Agustus.
Kuota yang dibuka bagi para peserta di Kemah Budaya pun terbatas. Ada 16 orang yang berpartisipasi, mereka adalah musisi, seniman dan pelajar muda. Peserta dibagi menjadi tiga tim dan berkolaborasi membuat karya Tingkilan.
Mereka ditantang menciptakan karya spontan, untuk ditampilkan di malam puncak. Ciptaan karya musik para peserta pun merupakan substansi dari pelaksanaan kegiatan, yaitu pengembangan dan pelestarian seni tingkilan.
Sebelum program dilaksanakan, para peserta telah dibekali materi sejarah dan tradisi Tingkilan. Materi ini tidak hanya dijadikan referensi, tetapi juga pijakan pengkaryaan.
Dalam proses penciptaan karya, peserta bebas mengembangkan interpretasi atas narasi dan maknanya. Peserta tidak hanya mengeksplorasi musik Tingkilan, tetapi juga mendalami konteks budaya dan nilai tradisi di balik musik tersebut.
Kemah Budaya Tingkilan 2024 diharap dapat menjadi wadah bagi para seniman muda untuk mengembangkan potensi dalam musik Tingkilan, serta mempromosikan kekayaan budaya Indonesia kepada masyarakat luas.
Dengan menggabungkan riset, kolaborasi, dan presentasi karya, kegiatan ini tidak hanya memperkuat identitas budaya, tetapi juga mendorong inovasi dan pembaruan dalam seni musik Tingkilan.
Pada prinsipnya, kata Erie, pelestarian kesenian memerlukan peran aktif semua pihak. Tidak bisa hanya dikembangkan oleh pelaku seni saja, perlu pemerintah, yayasan dan komunitas.
“Dibutuhkan peran serta semua pihak secara kompak, saling bersinergi, untuk tetap dijaga bersama-sama. Kita hanya memantik saja,” tandas Erie.