Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

UU Imigrasi Direvisi, Upaya Perkuat Pengawasan WNA dan Pelayanan Keimigrasian

Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI Silmy Karim saat mengunjungi perbatasan negara di Pos Tiga Desa Aji Kuning Sebatik Tengah (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Utara

    UU Imigrasi Direvisi, Upaya Perkuat Pengawasan WNA dan Pelayanan Keimigrasian

    PusaranMedia.com

    Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI Silmy Karim saat mengunjungi perbatasan negara di Pos Tiga Desa Aji Kuning Sebatik Tengah (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    UU Imigrasi Direvisi, Upaya Perkuat Pengawasan WNA dan Pelayanan Keimigrasian

    Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI Silmy Karim saat mengunjungi perbatasan negara di Pos Tiga Desa Aji Kuning Sebatik Tengah (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    Reporter: Diansyah | Editor: Buniyamin

    NUNUKAN - Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian telah disahkan menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (19/09/2024) lalu.

    Dalam UU Keimigrasian terbaru terdapat sembilan angka perubahan, salah satunya tentang dokumen perjalanan Republik Indonesia (paspor) yang dapat menjadi bukti kewarganegaraan Indonesia.

    Mengacu kepada International Civil Aviation Organization (ICAO), dijelaskan Kepala Seksi Teknologi dan Informasi Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan, Jodhi Erlangga, paspor didefinisikan sebagai dokumen yang diterbitkan oleh otoritas berwenang dari suatu negara yang sah untuk perjalanan internasional.

    "Paspor ini mengidentifikasikan pemegangnya sebagai warga negara dari negara penerbit dan merupakan bukti hak pemegang untuk kembali ke negara tersebut," ujar Jodhi meneruskan pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Supratman Andi Agtas dan Dirjen Imigrasi Silmy Karim kepada pusaranmedia.com, Sabtu (21/9/2024). 

    Dijelaskan Jodhi, optimalisasi peraturan perundang-undangan perlu dilakukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terkait kepastian hukum, termasuk dalam konteks mobilitas antar negara. 

    Sementara dari sisi Imigrasi, kompleksnya mobilitas orang antar negara tersebut memunculkan ancaman dan risiko yang semakin beragam terhadap petugas Imigrasi.

    "Dalam perkembangannya, beberapa aspek penguatan yang diperlukan oleh Ditjen Imigrasi yaitu berkaitan dengan perbaikan layanan, perlindungan diri bagi petugas imigrasi, alasan penolakan orang keluar wilayah Indonesia hingga jangka waktu penangkalan," ujarnya. 

    Terkait penangkalan, lanjut Jodhi, jangka waktu penangkalan diperlukan untuk menangkal masuknya WNA bermasalah. Misalnya, seorang WNA melakukan kejahatan di Indonesia bisa ditangkal masuk 10 tahun atau bahkan seumur hidup. 

    "Dalam Undang-Undang Keimigrasian yang baru ini mengakomodasi perbaikan layanan yang dengan pengaturan masa berlaku izin masuk kembali (multiple entry permit) yang disamakan dengan masa berlaku izin tinggal terbatas (ITAS), atau izin tinggal tetap (ITAP) yang dimiliki orang asing," jelasnya. 

    Untuk bisa masuk dan keluar Indonesia secara leluasa, orang asing pemegang ITAS/ITAP juga harus memiliki izin masuk kembali (IMK). Di mana sebelumnya, paling lama izin yang diterbitkan hanya dua tahun, tapi jika yang bersangkutan merupakan WNA dan memiliki ITAP, maka paling lama lima tahun.

    "WNA itu juga harus ke kantor imigrasi untuk melakukan perpanjangan setiap habis masa berlaku. Sekarang enggak perlu lagi" ucapnya. Selain itu, dengan perubahan UU Keimigrasian, seseorang yang sudah selesai menjalani tahap penyidikan dan memasuki tahap tuntutan jaksa dapat dicegah keluar wilayah Indonesia.

    Perubahan aturan ini menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-IX/2011. Di samping itu, UU Keimigrasian terbaru mengakomodasi kebutuhan pejabat Imigrasi, yakni di bidang penegakan hukum, untuk dibekali senjata api. Penggunaan senjata api ini akan diatur secara rinci dalam peraturan menteri.

    "Sebelumnya, di tahap pertama pembahasan RUU, kami menjelaskan kepada DPR bahwa sudah ada beberapa kejadian tragis di mana petugas Imigrasi gugur dalam tugas. Saat melakukan pengamanan orang asing, mereka diserang, orang asing tersebut membawa senjata dan petugas tidak dibekali apapun untuk melindungi nyawanya, karena tidak ada aturan yang mengakomodasi hal ini," ungkap Jodhi.

    "Alhamdulillah setelah perjuangan yang luar biasa, kita bisa punya regulasi keimigrasian yang baru, payung hukum baru, yang kita siapkan untuk dapat menjawab tantangan masa kini dan mempersiapkan kita untuk menghadapi masa depan," pungkas Jodhi.