Reporter: Diansyah | Editor: Buniyamin
NUNUKAN - Bupati Nunukan, Hj Asmin Laura Hafid akhirnya memberikan penjelasan terkait penurunan gaji tenaga honorer di lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan selama menjabat dua periode, sejak 2016 hingga 2024 ini.
Di akhir-akhir masa jabatannya itu, Laura menjelaskan bahwa dirinya sedari lama telah menginisiasi untuk bertemu dan menjelaskan secara langsung kepada tenaga honorer di Nunukan terkait alasan turunnya gaji di era kepemimpinannya tersebut, tapi baru dapat terwujud saat ini.
"Saya ingin meluruskan sebenarnya terkait kenapa gaji honorer itu turun di masa saya jadi Bupati. Sebenarnya tidak ada niat hati saya untuk melakukan itu semua, tetapi memang karena keadaan kita. Saat di periode pertama itu, kami sudah dihadapkan dengan beberapa persoalan, terutama persoalan keuangan yang masuk masa transisi peralihan dari Kaltim ke Kaltara,” ujar Laura.
Menurut Laura, berbeda dengan bupati sebelum dirinya, di mana saat itu keuangan Kabupaten Nunukan relatif lebih tinggi saat masih menjadi bagian dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim.
"Saat masih di Kaltim, kita bisa melihat perbedaan angka-angka anggaran kita, untuk belanja pegawai kita saat itu mencapai Rp800 miliar. Di masa jabatan saya belanja pegawai kita tidak sampai Rp200 miliar, dan kebetulan gaji-gaji honorer ini masuk di DBH, jadi berpengaruh semua. Bayangkan dari Rp800 miliar turun menjadi Rp200 miliar dan bukan hanya gaji honorer saja yang berdampak, tetapi semua terkena dampaknya,” ungkap Laura.
Belum lagi memasuki tahun ketiga dan keempat masa pemerintahannya, Nunukan dihadapkan dengan kasus Covid-19, di mana semua anggaran difokuskan untuk penanganan virus berbahaya tersebut.
Pada 2021, pemerintah mulai fokus pada proses pemulihan dan pada 2022 Pemkab Nunukan mulai berbenah, begitu juga dengan statistik secara makro yang mulai berbenah.
“Kemudian pada 2023 dari hasil rapat tim anggaran, Alhamdulillah kita sudah mulai ada kenaikan anggaran untuk di 2024 ini mencapai Rp2 triliun, ini baru terjadi sejak saya menjabat. Jadi dinamika ini harus dipahami oleh semuanya, kalau sejak saya menjadi bupati gaji honorer turun, itu benar adanya, tapi bukan tanpa sebab dan semua itu ada alasannya dan itu yang harus dipahami honorer kita,” bebernya.
Meski dengan penurunan gaji tenaga honorer untuk lulusan sarjana dari Rp1.750.000 menjadi Rp1.200.000, lulusan D3 dari Rp1.650.000 menjadi Rp1.110.000 dan lulusan SMA dari Rp1.500.000 menjadi Rp1 juta di masa pemerintahannya, tapi penurunan itu yang patut disyukuri bahwa dirinya tidak melakukan pemberhentian atau merumahkan para tenaga honorer.
“Padahal kalau kita mau ikut aturan, sebenarnya tidak boleh ada lagi tenaga honorer sesuai UU ASN 2015, di mana salah satu poinnya bahwa sudah tidak diperkenankan lagi ada tenaga honorer. Makanya, saat itu kita merumuskan dan saya minta supaya tidak ada PHK, saya minta tenaga honorer tetap dipertahankan bagaimanapun skenario karena ada beberapa faktor kita memang masih membutuhkan tenaga honorer di mana kita masih kekurangan ASN," pungkas Laura.