Reporter: Ayu Norwahliyah | Editor: Buniyamin
SAMARINDA - Media sosial baru-baru ini diramaikan oleh pemasangan spanduk penolakan pembangunan gereja oleh sebagian warga di RT 24 Jalan TMD, Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang.
Salah satu warga yang enggan disebut namanya mengungkapkan, penolakan ini bukan karena sikap intoleransi, melainkan warga lainnya hanya diminta persetujuan untuk kegiatan beribadah.
Namun, seiring berjalannya waktu, permohonan tersebut justru semakin mengarah pada rencana pembangunan rumah ibadah.
“Ini bukan soal membedakan suku dan agama, tetapi kami menolak karena mereka warga pendatang. Silahkan saja kalau kegiatan beragama, tapi tidak untuk membangun gereja,” ungkapnya.
Ia mengakui penolakan serupa bukanlah hal yang baru, mengingat sebelumnya telah terjadi dengan pola yang sama.
Permasalahan ini pun akhirnya mendorong warga sekitar untuk memasang spanduk larangan. "Jika banyak warga yang menolak, maka pembangunan gereja ini akan sulit untuk terlaksana,” tambahnya.
Lurah Sungai Keledang, Rahmadi menjelaskan, untuk membangun rumah ibadah, semua agama harus mengikuti aturan yang sama.
Setidaknya dibutuhkan 90 pengguna, dan persetujuan dari minimal 60 orang di masyarakat sekitar juga diperlukan.
"Pembangunan rumah ibadah itu harus melalui persetujuan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan juga Kementerian Agama (Kemenag)," kata Rahmadi.
Ia tidak ingin permasalahan ini menimbulkan kegaduhan yang dapat menyudutkan salah satu pihak. Oleh karena itu, Rahmadi berharap pihak FKUB dapat mencari solusi terbaik dari permasalahan ini.
"Makanya warga yang bersurat menyatakan penolakan itu akhirnya kami serahkan saja ke FKUB karena kelurahan harus bersikap netral,” ungkapnya.
Dirinya juga memastikan bahwa warga Sungai Keledang tidak pernah mempermasalahkan aktivitas peribadatan non muslim yang berlangsung selama ini.
"Kalau spanduk larangan itu hanya tindakan spontan dari warga, bukan berarti tidak toleransi,” pungkasnya.