Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Jurnalis Perempuan Samarinda Rentan jadi Korban Kekerasan Seksual

Diskusi Publik mengenai Kekerasan Seksual di Kalangan Jurnalis Perempuan Samarinda (foto : Perempuan Mahardika Samarinda)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Jurnalis Perempuan Samarinda Rentan jadi Korban Kekerasan Seksual

    PusaranMedia.com

    Diskusi Publik mengenai Kekerasan Seksual di Kalangan Jurnalis Perempuan Samarinda (foto : Perempuan Mahardika Samarinda)

    Jurnalis Perempuan Samarinda Rentan jadi Korban Kekerasan Seksual

    Diskusi Publik mengenai Kekerasan Seksual di Kalangan Jurnalis Perempuan Samarinda (foto : Perempuan Mahardika Samarinda)

    Reporter : Ayu Norwahliyah | Editor : Buniyamin

    SAMARINDA – Kekerasan seksual di kalangan jurnalis perempuan masih menjadi persoalan serius yang membutuhkan perhatian lebih. 

    Ini terungkap dalam Diskusi Publik bertajuk Jurnalis Perempuan Lawan Kekerasan dan Diskriminasi, Wujudkan Lingkungan Kerja yang Aman bagi Jurnalis Perempuan Samarinda yang diselenggarakan oleh Perempuan Mahardhika Samarinda, Kamis (5/12/2024) kemarin.

    Kegiatan yang digelar di Aula Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Timur (Kaltim) ini menjadi momen refleksi, sekaligus upaya mendorong kesadaran publik terhadap isu kekerasan dan diskriminasi yang dihadapi jurnalis perempuan di dunia kerja.

    Ketua PWI Kaltim, Abdurrahman dalam sambutannya mengapresiasi keberanian perempuan yang memilih jalur profesi jurnalistik. Menurutnya, menjadi jurnalis perempuan adalah tantangan besar yang membutuhkan keberanian dan keteguhan.

    “Perempuan yang mau terjun ke dunia jurnalistik merupakan sebuah kemewahan. Karena dia berani untuk terjun ke dunia yang memiliki tantangan ini,” ujar Rahman.

    Diskusi ini menghadirkan narasumber kompeten seperti Ketua FJPI Kaltim Tri Wahyuni, Anggota Majelis Pertimbangan dan Legislasi AJI Kota Samarinda Nofiyatul Chalimah dan Koordinator Paralegal Perempuan Mahardhika Samarinda, Disya Halid. 

    Para pembicara menyampaikan pentingnya media yang berperspektif gender dan perlunya implementasi masif kode etik pemberitaan tentang kekerasan terhadap perempuan.

    Disya Halid mengungkapkan, banyak jurnalis perempuan mengalami kekerasan seksual, tapi enggan melaporkan karena takut dihakimi atau tidak tahu ke mana harus melapor.

    “Seperti disentuh dan dichat secara pribadi yang tidak berkaitan kerjaan sama rekan kerja maupun narasumber, itu termasuk kekerasan seksual. Tetapi korban jarang mau melaporkan,” jelas Disya.

    Dengan adanya Paralegal Perempuan Muda Sebaya Perempuan Mahardhika Samarinda, jurnalis perempuan diharapkan memiliki wadah aman untuk melaporkan kekerasan seksual dan mendapatkan perlindungan yang layak.

    “Jurnalis perempuan memiliki hak untuk dilindungi oleh perusahaan media,” pungkasnya.