Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

DPRD Samarinda Kaji Perda Nikah Siri untuk Perlindungan Perempuan dan Anak

Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi. (Foto: Ayu/Pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    DPRD Samarinda Kaji Perda Nikah Siri untuk Perlindungan Perempuan dan Anak

    PusaranMedia.com

    Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi. (Foto: Ayu/Pusaranmedia.com)

    DPRD Samarinda Kaji Perda Nikah Siri untuk Perlindungan Perempuan dan Anak

    Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Ismail Latisi. (Foto: Ayu/Pusaranmedia.com)

    Reporter: Ayu Norwahliyah | Editor: Buniyamin

    SAMARINDA – DPRD Samarinda tengah mengkaji kemungkinan pembentukan Peraturan Daerah (Perda) untuk membatasi praktik nikah siri. 

    Ini dilakukan mengingat dampak negatifnya yang cukup luas, terutama bagi perempuan dan anak, baik dari segi administratif, sosial, maupun ekonomi.

    Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi menjelaskan, salah satu permasalahan utama dalam pernikahan siri adalah tidak adanya pencatatan resmi yang menyebabkan berbagai hambatan dalam administrasi negara.

    “Meski kini sudah ada mekanisme pencatatan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), tapi prosesnya tetap memerlukan tahapan tambahan,” ujar Ismail. 

    Pernikahan siri juga berpotensi meningkatkan angka kekerasan dalam rumah tangga dan penelantaran anak. Tanpa ikatan hukum yang kuat, banyak suami yang dengan mudah meninggalkan istri dan anak mereka, sehingga tidak ada perlindungan hukum yang jelas bagi pihak yang ditinggalkan.

    "Akibatnya, istri dan anak sering kali menjadi korban tanpa perlindungan hukum yang jelas," ungkapnya.

    Ia mengaku fenomena ini berkaitan erat dengan pernikahan anak usia dini. Sebab, Undang-Undang Perkawinan, batas usia minimal menikah adalah 19 tahun bagi laki-laki dan 19 tahun bagi perempuan. 

    Namun, kata dia, tidak sedikit pasangan yang memilih menikah siri sebagai alternatif untuk menghindari persyaratan hukum yang ketat.

    “Upaya mengurangi pernikahan anak akan berbenturan ketika pernikahan siri masih bebas dilakukan,” jelasnya.

    Kini, DPRD Kota Samarinda tengah melakukan audiensi dengan berbagai pihak, termasuk pengacara dan Kementerian Agama (Kemenag) Samarinda, hingga Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mencari tahu apakah ada regulasi yang dapat dijadikan dasar dalam pembuatan perda terkait pembatasan pernikahan siri.

    Lebih jauh, Ismail juga menyoroti dampak lain dari pernikahan siri, yakni meningkatnya angka stunting. 

    Anak-anak yang lahir dari pernikahan anak usia dini kerap mengalami keterbatasan dalam pemenuhan gizi dan perawatan karena orang tua mereka belum siap secara psikologis dan finansial untuk membesarkan anak.

    Melalui upaya ini, DPRD Samarinda berharap dapat menemukan solusi konkret agar pernikahan siri tidak semakin marak dan masyarakat lebih memahami konsekuensinya.

    "Kami berupaya mencari solusi agar pernikahan siri tidak semakin banyak terjadi dan masyarakat lebih sadar akan konsekuensinya," pungkasnya.