Reporter: Siswandi | Editor: Bunyamin
SANGATTA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim bergerak cepat menyikapi viral video yang diduga melibatkan sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kutim langsung menggelar rapat majelis kode etik untuk membahas dugaan pelanggaran disiplin tersebut, Senin (17/2/2025).
Rapat tersebut dihadiri Sekda Kutim, Rizali Hadi selaku pembina kepegawaian, Asisten III Sudirman Latif, Plt Kepala Dinas PUPR dan sejumlah pihak terkait lainnya. Hasilnya, BKPSDM memutuskan membentuk tim investasi dugaan pelanggaran etik yang dilakukan para ASN tersebut.
Kepala BKPSDM Kutim, Misliansyah menegaskan telah mengambil langkah awal dengan memanggil atasan langsung para ASN yang diduga terlibat, termasuk Plt Kepala Dinas PUPR dan Kepala Bidang terkait.
Menurutnya, setiap penjatuhan hukuman disiplin harus sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku. "Kami langsung membentuk tim pemeriksa. Ketua tim kode etik sudah ditunjuk yang terdiri dari unsur kepegawaian, unsur atasan langsung dan unsur pengawasan," jelas Misliansyah.
Ia juga memastikan proses investigasi akan berjalan secara profesional dan transparan. Tim pemeriksa akan segera memanggil ASN yang terlibat dalam video viral tersebut untuk dimintai keterangan.
"Investigasi ini berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tim mulai bekerja hari ini juga," tegasnya.
Meski belum merinci bentuk pelanggarannya, Misliansyah memastikan tindakan ASN dalam video tersebut sudah melanggar kode etik, tapi jenis pelanggaran yang terjadi masih dalam tahap investigasi. "Sudah jelas ada pelanggaran etik, tapi kami harus melihat lebih jauh tingkat kesalahan masing-masing ASN," katanya.
Ia menjelaskan, berdasarkan PP Nomor 94 Tahun 2021, terdapat tiga kategori sanksi bagi ASN yang melanggar disiplin, yakni ringan, sedang dan berat. "Jenis sanksi akan ditentukan sesuai dengan tingkat kesalahan masing-masing individu, karena tidak semua pelanggaran memiliki bobot yang sama," pungka Misliansyah.