Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bunyamin
BALIKPAPAN - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Kota Minyak Beraksi menggelar demonstrasi di gedung DPRD Balikpapan, Jumat (21/2/2025).
Aksi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi ricuh dengan adanya pembakaran ban, teriakan protes hingga perusakan pagar dan upaya menerobos masuk yang dihalangi petugas keamanan.
Melihat situasi yang memanas, Wakil Ketua Komisi I DPRD Balikpapan, Simon Sulean segera menemui massa aksi. Ia menyatakan kehadirannya mewakili Ketua DPRD Balikpapan, Alwi Al Qadri yang saat ini berada di Jakarta.
Namun, massa menolak bertemu dengannya dan memilih menunggu langsung Ketua DPRD. Aksi unjuk rasa semakin tegang ketika terjadi dorong-mendorong antara demonstran dan petugas keamanan, disertai lemparan botol minuman di tengah keributan.
Koordinator Lapangan dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Balikpapan, Tion menyampaikan, aksi ini merupakan bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai semakin membebani masyarakat.
Menurutnya, keresahan masyarakat Balikpapan meningkat akibat kebijakan efisiensi anggaran yang dikeluarkan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. Mahasiswa menilai kebijakan tersebut berpotensi memangkas anggaran sektor penting seperti pendidikan, kesehatan dan pembangunan.
"Kebijakan ini bisa mengorbankan sektor-sektor yang lebih vital bagi masyarakat. Program makan bergizi gratis yang diusung pemerintah justru kami anggap sebagai beban anggaran yang tidak tepat sasaran," ucap Tion kepada awak media.
Mereka juga mengkritisi pemborosan anggaran dalam pemerintahan, terutama dengan banyaknya posisi menteri, wakil menteri dan staf khusus.
Mahasiswa menuntut agar efisiensi anggaran difokuskan pada sektor yang lebih substansial, seperti pengurangan anggaran perjalanan dinas dan kegiatan yang tidak mendesak.
Selain kebijakan anggaran, mahasiswa juga menyoroti Rancangan Undang-Undang Minerba yang memberikan izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan, perguruan tinggi, dan UMKM.
"Kami menolak keterlibatan perguruan tinggi dalam industri pertambangan karena dapat merusak independensi akademik dan membatasi ruang gerak mahasiswa dalam memperjuangkan kepentingan rakyat," tegasnya.
Di tingkat lokal, mahasiswa menyoroti berbagai permasalahan infrastruktur di Balikpapan, termasuk kecelakaan di Muara Rapak yang disebabkan kelalaian dalam pengaturan jam operasional kendaraan berat. Mereka menilai pemerintah tidak tegas dalam menangani masalah ini.
Masalah lain yang disorot adalah maraknya parkir liar di sepanjang Jalan Kilometer 15 yang telah menyebabkan korban jiwa, termasuk mahasiswa dari STT Migas dan ITK. Selain itu, persoalan banjir dan krisis air bersih di Balikpapan juga menjadi tuntutan utama dalam aksi ini.
Para mahasiswa berjanji akan tetap bertahan di Gedung DPRD Balikpapan hingga bertemu dengan pimpinan dewan untuk menyampaikan tuntutan mereka secara langsung dan menolak bersama-sama.