Reporter: Diansyah | Editor: Buniyamin
Nunukan – Rasa kecewa dan kemarahan membuncah di kalangan masyarakat Dataran Tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan.
Mereka merasa dianaktirikan pemerintah pusat akibat buruknya infrastruktur dasar yang selama ini menghambat aktivitas ekonomi dan sosial di wilayah perbatasan tersebut.
Dipimpin oleh Anggota DPRD Nunukan Gat, masyarakat Krayan mengadukan persoalan ini ke DPR RI dengan membawa sejumlah spanduk bertuliskan “DOB Krayan? Atau Pindah Malaysia!”, sebuah ultimatum keras yang menunjukkan betapa masyarakat mulai kehilangan kesabaran akibat minimnya perhatian pemerintah terhadap wilayah strategis yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu.
Dalam kesempatan itu, Gat menyoroti berbagai permasalahan mendesak yang hingga kini belum mendapat solusi nyata dari pemerintah, baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat.
Infrastruktur jalan yang rusak parah dan berlumpur telah membuat akses transportasi menjadi mimpi buruk bagi warga.
Tak hanya itu, jembatan penghubung yang menjadi urat nadi mobilitas masyarakat juga masih dalam kondisi memprihatinkan, tanpa ada kepastian kapan akan dibangun secara permanen.
“Kami sudah berkali-kali menyampaikan aspirasi ini ke pemerintah, tetapi tetap saja seperti berbicara di dinding yang bisu. Seolah-olah kami bukan bagian dari Indonesia,” tegas Gat.
Selain infrastruktur buruk, keterbatasan moda transportasi menjadi permasalahan serius lainnya. Hingga kini, akses menuju Krayan masih sangat sulit dan mahal, sehingga perekonomian warga terhambat.
Sementara di seberang perbatasan, Malaysia justru menawarkan fasilitas dan akses yang jauh lebih baik.
“Kalau begini terus, jangan salahkan masyarakat kalau akhirnya memilih bergantung ke Malaysia. Kami juga butuh kehidupan yang layak, bukan sekadar janji-janji kosong dari pemerintah,” lanjut Gat dengan nada kecewa.
Kondisi ini semakin memperkuat tuntutan masyarakat agar Krayan segera dimekarkan menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB). Menurut Gat, pemekaran adalah satu-satunya jalan untuk memastikan pembangunan yang lebih merata dan akses layanan publik yang lebih baik bagi masyarakat Krayan.
“Pemerintah jangan menutup mata! Kalau Krayan tetap diperlakukan seperti ini, wajar jika masyarakat mempertimbangkan opsi lain. Jangan sampai negara kalah cepat dengan Malaysia dalam memenangkan hati rakyat di perbatasan,” pungkasnya.
Aksi ini menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat agar segera turun tangan. Jika tidak, ancaman perpindahan ke Malaysia bukan sekadar gertakan kosong, melainkan cerminan nyata dari keputusasaan masyarakat yang tak kunjung mendapat haknya sebagai warga negara Indonesia.