Reporter: Ayu Norwahliyah | Editor: Bambang Irawan
SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda berkomitmen mengakhiri ketergantungan pada sektor pertambangan batu bara dan bertransformasi menuju ekonomi berbasis perdagangan serta jasa.
Langkah ini sejalan dengan revisi Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) RTRW Samarinda 2022-2042.
Dalam kebijakan tersebut, Samarinda diarahkan menjadi kota dengan sektor perdagangan dan industri jasa yang unggul serta berdaya saing tinggi. Sementara itu, sektor pertambangan batu bara yang masih beroperasi saat ini akan dihentikan seiring dengan tujuan Wali Kota Samarinda, Andi Harun menghapus zona tambang pada 2026 mendatang.
Sehingga, Pemkot memastikan tidak ada lagi perpanjangan izin bagi perusahaan tambang, baik yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B).
Transformasi ekonomi ini dinilai krusial mengingat dampak negatif industri tambang yang selama ini dirasakan masyarakat, seperti tanah longsor, banjir, dan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, Pemkot Samarinda akan mendorong pemanfaatan sumber daya ekonomi yang lebih berkelanjutan dan dapat diperbarui.
Dalam Perda RTRW 2022-2042, pemerintah telah menetapkan pembagian kawasan pengembangan ekonomi di Samarinda. Beberapa di antaranya adalah kawasan budidaya seluas 62.921 hektare (87,78 persen), kawasan perumahan 37.071 hektare, kawasan perdagangan dan jasa 7.484 hektare, serta kawasan industri 3.768 hektare. Sementara itu, kawasan lindung ditetapkan seluas 8.756 hektare guna menjaga keseimbangan lingkungan. Memasuki 2025, Pemkot Samarinda mulai menyiapkan langkah konkret menuju kota bebas tambang.
Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Pemkot Samarinda, Marnabas menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) untuk memastikan tidak ada perpanjangan izin tambang.
Hal itu dibahas dalam pertemuan antara Pemkot Samarinda dengan perwakilan Kementerian ESDM dan Pemprov Kaltim terkait usulan penyesuaian wilayah pertambangan. Pertemuan ini menjadi bagian dari upaya menyesuaikan kebijakan daerah dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Samarinda pada Senin, (24/2/2025) kemarin.
“Tidak boleh ada izin pertambangan yang diperpanjang. Kecuali yang izinnya masih berlaku tetap berlanjut,” ujar Marnabas.
Karena proses izin pertambangan berada di bawah kendali pemerintah pusat, Pemkot Samarinda harus melakukan koordinasi melalui Kementerian ESDM serta Pemprov Kaltim untuk memastikan kebijakan ini berjalan sesuai rencana.
Selain itu, Marnabas juga meminta Pemprov Kaltim meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan tambang, terutama dalam hal reklamasi lahan pascatambang. Sebab selama ini, Pemkot Samarinda memiliki keterbatasan kewenangan dalam menindaklanjuti perusahaan tambang.
“Karena di tanah tersebut ada lapisan tanah subur (top soil) 15 hingga 20 sentimeter, jadi untuk reklamasi kami meminta disesuaikan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku,” jelasnya.
Sebagai upaya mewujudkan Samarinda bebas tambang pada 2026, Pemkot Samarinda berencana membentuk tim khusus untuk mengawasi dan menindak aktivitas pertambangan ilegal.
“Kita akan membentuk tim khusus untuk menindak aktivitas pertambangan ilegal dan itu akan saya koordinasikan terkait pengembalian top soil sesuai SOP,” tandasnya.