Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan
Banner ADV

Tradisi Desa Jantur di Bulan Ramadan, Penanda Waktu Berbuka Puasa Pakai 'Laduman'  

Proses pembuatan Laduman di Desa Jantur, Muara Muntai, Kukar. (Foto: Dok. Twitter)

BERITA TERKAIT

    Banner ADV

    Diskominfo Kutai Kartanegara

    Tradisi Desa Jantur di Bulan Ramadan, Penanda Waktu Berbuka Puasa Pakai 'Laduman'  

    PusaranMedia.com

    Proses pembuatan Laduman di Desa Jantur, Muara Muntai, Kukar. (Foto: Dok. Twitter)

    Banner ADV

    Tradisi Desa Jantur di Bulan Ramadan, Penanda Waktu Berbuka Puasa Pakai 'Laduman'  

    Proses pembuatan Laduman di Desa Jantur, Muara Muntai, Kukar. (Foto: Dok. Twitter)

    Reporter: Lodya Astagina | Editor: Bambang Irawan  

    TENGGARONG - Desa Jantur di wilayah hulu Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) masih terus mempertahankan tradisi dari nenek moyang setiap menyambut bulan suci Ramadan. 

    Warga Desa Jantur di Kecamatan Muara Muntai selalu bersiap menyambut bulan puasa satu bulan lebih awal. Warga desa ini menyiapkan 'laduman' atau meriam kayu besar sebagai alat peledak yang terbuat dari kayu sepanjang 6 meter. 

    Laduman menjadi penanda datangnya waktu berbuka puasa yang ditandai dengan bunyi ledakan nyaring. Laduman berbahan dasar kayu yang ditebang dari pohon nangka air diameter 50 cm. 

    Warga Jantur, Ilham menjelaskan, proses pembuatan laduman sudah rampung dikerjakan, mengingat puasa tinggal menghitung hari. Laduman dikerjakan secara gotong-royong oleh warga setempat dengan dana yang dikumpulkan dari satu rumah ke rumah lainnya. 

    "Sudah selesai, sudah siap ada. Hampir sebulan menyiapkan ledumannya. Bahan peledaknya karbit aja, setengah kilo sekali nyalakan," jelas Ilham, Selasa (25/2/2025). 

    Biaya pembuatan satu laduman memakan dana hingga Rp10 juta. Uangnya dipakai untuk ongkos mengambil kayu, membuat lubang, biaya konsumsi, bensin dan lain sebagainya. 

    Tahun ini warga setempat menyiapkan setidaknya tiga laduman untuk digunakan selama Ramadan 1446 Hijriah. Proses pembuatannya dimulai dengan membelah batang pohon dan memahat lubang pada bagian dalam batang pohon hingga membentuk lingkaran. Kemudian menyatukan kembali batang pohon yang terbelah dan mengikatnya dengan drum besi.

    "Lubangnya mungkin diameter 30 cm, model dalamnya seperti besar, sempit dikit, baru datar lagi ruangnya. Diban lagi pakai plat kayu tadi biar nggak pecah," urainya. 

    Ilham menyebut, laduman kini disiapkan untuk memeriahkan bulan puasa saat momen berbuka. Sebab ada beberapa desa yang tidak mempunyai masjid dan keterbatasan listrik untuk mendengar suara Adzan. 

    Untuk itu, sejak dulu warga sangat mengandalkan dentuman laduman untuk mengetahui jadwal berbuka puasa. Laduman ini disiapkan untuk menghadap ke arah timur dan barat, sehingga desa-desa lainnya bisa ikut mendengar suara ledakannya. 

    "Buka puasa aja dinyalakan, sahur nggak. Zaman dulu jarang ada yang punya jam. Jadi ini tradisi dulu yang masih kami lestarikan sampai sekarang," sebutnya. (Adv)