Reporter: Ayu Norwahliyah | Editor: Bambang Irawan
SAMARINDA – Polemik pembayaran gaji pekerja proyek Teras Samarinda tahap satu masih berlanjut.
Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda menegaskan telah melakukan berbagai upaya untuk memfasilitasi penyelesaian kasus ini.
Namun, lantaran kontraktor yang bertanggung jawab tak kunjung kooperatif penyelesaian kini didorong melalui jalur hukum.
Hingga kini, sekitar 84 pekerja masih menanti kejelasan atas hak mereka setelah bekerja berbulan-bulan. Sayangnya, PT Samudra Anugrah Indah Permai, selaku kontraktor pelaksana proyek, belum memenuhi kewajibannya.
Sebelumnya, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Samarinda, Andriyani mengungkapkan pihaknya telah berupaya mencari mekanisme pembayaran yang sesuai aturan. Namun, keterbatasan regulasi membuat mereka tak bisa mengambil keputusan sepihak. Sebab, permasalahan ini sebenarnya antara perusahaan dan pekerja.
"Kami (Dinas PUPR) hanya sebagai penyelenggara proyek dan telah menjalankan kewajiban sesuai prosedur. Jika memungkinkan, kami akan mencoba menganggarkannya dalam APBD Perubahan. Keputusan akhir tetap ada di Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)," jelasnya
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Samarinda, Marnabas Patiroy menegaskan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) untuk menangani kasus ini.
Pekerja yang mengaku belum menerima upah sudah dikumpulkan dan dimintai keterangan. Pemkot juga telah berulang kali memanggil kontraktor terkait, tetapi tidak mendapat respons.
“Sesuai SOP, jika kontraktor tidak hadir, Pemkot tidak memiliki kewenangan untuk memaksa. Satu-satunya jalur yang bisa ditempuh adalah pengadilan hubungan industrial,” ujar Marnabas.
Ia juga membantah tudingan bahwa pihaknya tidak serius dalam menangani kasus ini.
Ia menegaskan bahwa Pemkot Samarinda telah memberikan berbagai opsi, termasuk pendampingan hukum bagi pekerja yang ingin membawa kasus ini ke jalur peradilan.
“Jika mereka membutuhkan pendampingan hukum, kami siap membantu. Pemkot sudah berupaya selama enam bulan terakhir, tetapi situasi masih berlarut-larut,” katanya.
Polemik ini sebelumnya telah mendapat sorotan dari DPRD Samarinda serta Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur (Kaltim). Sejumlah pertemuan di DPRD telah digelar untuk mencari solusi, namun hasilnya masih nihil.
Banyak pekerja mengeluhkan kondisi ekonomi mereka yang semakin sulit akibat belum dibayarkannya upah sejak Mei 2023.
Dalam audiensi di DPRD Samarinda pada 27 Februari lalu, suasana sempat memanas lantaran pihak Dinas PUPR yang hadir hanya diwakili pejabat teknis, bukan pimpinan utama. Hal ini semakin menambah kekecewaan pekerja dan kuasa hukum mereka.
Menanggapi rencana kuasa hukum pekerja yang berencana membawa kasus ini ke Kejaksaan Negeri (Kejari), Marnabas menegaskan bahwa prioritas utama adalah kepastian pembayaran hak pekerja.
“Yang bertanggung jawab penuh adalah kontraktor. Jika ingin menyelesaikan masalah ini, ikuti mekanisme yang ada dan bawa ke pengadilan hubungan industrial,” tandasnya.