Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bambang Irawan
BALIKPAPAN - Kecerdasan Artificial Intelligence (AI) terus berkembang pesat dan diprediksi menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi global.
Dengan tingkat adopsi AI yang tinggi di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan teknologi ini guna mempercepat transformasi digital di berbagai sektor.
Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), sebagai salah satu penyedia layanan telekomunikasi terbesar di Indonesia melihat AI sebagai kunci utama dalam meningkatkan efisiensi operasional, menghadirkan layanan yang lebih personal, serta memperluas akses digital bagi masyarakat.
Peran AI dalam ekonomi digital Indonesia menjadi salah satu topik utama dalam diskusi panel bertajuk “Masa Depan AI: Mampukah Memperkuat Ekonomi Indonesia?” yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Teknologi (FORWAT) dalam perayaan HUT ke-5 organisasi tersebut pada Senin (10/3/2025).
Acara ini menghadirkan berbagai narasumber dari sektor teknologi dan pemerintahan, termasuk Country Consumer Business Lead NVIDIA Adrian Lesmono, Sekjen Partnership Kolaborasi Riset & Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial/KORIKA Sri Safitri, Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda, dan Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Insaf Albert Tarigan, serta lainnya.
Menurut laporan McKinsey Global Institute (2023), AI diperkirakan akan berkontribusi hingga USD 13 triliun terhadap ekonomi dunia pada 2030, sementara laporan PwC menyebutkan dampaknya bisa mencapai USD 15,7 triliun di tahun yang sama.
Dengan potensi besar ini, AI diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri Indonesia serta membuka peluang ekonomi baru.
"Kedaulatan AI bukan sekadar wacana. AI yang cepat, aman, dan mandiri adalah fondasi utama bagi transformasi digital di Indonesia. Dengan kontrol penuh atas data dan infrastruktur digital yang kuat, AI dapat menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi, ujar Adrian Lesmono dalam keterangan press release, Selasa (11/3/2205).
Di Indonesia pengembangan AI mulai dilakukan melalui berbagai inisiatif, salah satunya oleh KORIKA, yang menjembatani kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas.
Namun menurut Sri Safitri, masih terdapat sejumlah tantangan dalam adopsi AI, seperti keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur digital, pendanaan riset & pengembangan (R&D), serta regulasi yang belum optimal dalam pengelolaan data dan tata kelola AI.
"Kurangnya talenta AI menjadi kendala utama. Hingga saat ini, program studi khusus AI masih terbatas di Indonesia. Selain itu, perlu kebijakan yang lebih jelas untuk mendorong investasi dan riset di bidang AI," ungkapnya.
Sementara itu, Nailul Huda menambahkan bahwa AI telah menjadi tulang punggung transformasi ekonomi, terutama di sektor keuangan dan ekonomi digital.
"Dengan dukungan strategi pemerintah, kolaborasi industri, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja, AI dapat membantu Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan," ujarnya.
Sebagai salah satu pemimpin industri telekomunikasi, IOH telah mengadopsi teknologi AI dalam berbagai aspek bisnis, mulai dari optimalisasi jaringan hingga peningkatan pengalaman pelanggan.
IOH juga berperan aktif dalam membangun ekosistem AI yang inklusif melalui pelatihan, pengembangan talenta digital, serta kolaborasi strategis dengan berbagai pihak.
Beberapa inovasi AI yang telah diimplementasikan IOH antara lain Sahabat-AI, Indosat AI Experience Center, dan Digital Intelligence Operation Center (DIOC).
Selain IOH, perusahaan lain seperti GoTo dan Kata.ai juga telah mengintegrasikan AI ke dalam layanan mereka.
Sementara sektor pemerintahan mulai memanfaatkan AI untuk otomatisasi layanan publik dan moderasi konten digital.
Insaf Albert Tarigan menegaskan, pemerintah perlu mengembangkan strategi nasional untuk pemanfaatan AI secara lebih optimal.
"Blueprint AI nasional yang komprehensif diperlukan agar adopsi teknologi ini dapat berjalan seimbang antara sektor swasta dan publik. Kolaborasi dengan mitra global dalam transfer teknologi dan investasi juga akan mempercepat pengembangan AI di Indonesia," katanya.
Untuk memperkuat ekosistem AI nasional, Indonesia harus beralih dari sekadar pengguna teknologi (Taker) menjadi pembentuk (Shaper) dan pencipta (Maker) solusi AI.
Dengan ekosistem yang lebih kuat, AI dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk kepentingan bisnis, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, mempercepat pemerataan akses digital, serta mendukung sektor-sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan pertanian.
Diskusi panel ini menjadi momentum penting dalam merumuskan rekomendasi kebijakan berbasis bukti serta mempererat kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi guna membangun ekosistem AI nasional yang inklusif dan berkelanjutan.