Reporter: Ayu Norwahliyah | Editor: Bambang Irawan
SAMARINDA – Kantin sekolah di Samarinda kini dikenakan retribusi daerah sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Aturan tersebut didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Samarinda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Kepala Bidang Aset Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda, Yusdiansyah menjelaskan ketentuan ini merupakan amanah dari Perda yang harus dijalankan.
“Kantin sekolah menggunakan aset milik pemerintah, sehingga retribusi ini termasuk dalam retribusi daerah atas jasa umum,” kata Yusdiansyah.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa tarif yang dikenakan tidak akan membebani pemilik kantin. Besaran retribusi dihitung berdasarkan luas area yang digunakan, dengan tarif sebesar Rp1 ribu per meter persegi.
“Misalnya jika luas kantin delapan meter persegi, maka yang harus dibayarkan adalah Rp8 ribu,” jelasnya.
Sejumlah pemilik kantin telah memahami dan mulai membayar retribusi sesuai ketentuan. Namun, BPKAD Samarinda juga menyadari adanya kendala administrasi dalam pencatatan sebelumnya.
Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk melakukan pemutihan terhadap retribusi yang belum terbayar agar tidak membebani para pedagang.
“Jadi yang seharusnya membayar untuk satu tahun penuh, kini cukup melunasi beberapa bulan terakhir saja,” tambahnya.
Kebijakan ini menargetkan pemasukan sebesar Rp500 juta per tahun dari retribusi sewa kantin. Hingga triwulan pertama 2025, sekitar Rp380 juta telah terkumpul.
"Triwulan pertama ini sudah hampir mencapai target, karena sekarang pencapaiannya sudah 90 persen," imbuhnya.
Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi mengaku baru mengetahui kebijakan ini dan berjanji akan menelusuri lebih lanjut untuk memastikan tidak ada kebingungan di masyarakat, khususnya di kalangan pemilik kantin.
“Yang perlu dilihat adalah omzetnya terlebih dahulu. Kalau memang usaha ini masuk kategori mikro kecil, rasanya tidak perlu dikenakan retribusi,” ujar Iswandi.
Karena itu, pihaknya berencana mengevaluasi penerapan kebijakan ini untuk memastikan aturan tersebut tidak memberatkan pelaku usaha kecil di lingkungan sekolah.
"Kami akan mengecek lebih lanjut sebelum menentukan langkah berikutnya," tutupnya.