Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Tradisi Salam Tempel saat Lebaran, Antara Budaya dan Sedekah

Ketua Lesbumi PCNU Balikpapan, Muhajirin. (Foto: Lesbumi PCNU Balikpapan)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Tradisi Salam Tempel saat Lebaran, Antara Budaya dan Sedekah

    PusaranMedia.com

    Ketua Lesbumi PCNU Balikpapan, Muhajirin. (Foto: Lesbumi PCNU Balikpapan)

    Tradisi Salam Tempel saat Lebaran, Antara Budaya dan Sedekah

    Ketua Lesbumi PCNU Balikpapan, Muhajirin. (Foto: Lesbumi PCNU Balikpapan)

    Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bambang Irawan

    BALIKPAPAN - Tradisi salam tempel atau pemberian uang saat bersalaman masih menjadi budaya yang lestari di tengah masyarakat Indonesia, khususnya saat Lebaran. 

    Uang biasanya diselipkan ke dalam genggaman tangan saat bersalaman setelah Salat Idulfitri sebagai bentuk kebahagiaan dan berbagi rezeki.

    Fenomena ini juga ramai menjadi bahan candaan di media sosial. Warganet menggambarkan "pahlawan-pahlawan" yang gugur saat Lebaran seperti pecahan Rp100 ribu saat bertemu saudara dari luar kota, Rp50 ribu untuk keponakan lucu, Rp20 ribu untuk anak sepupu, Rp5 ribu untuk anak tetangga, dan Rp2 ribu untuk tukang parkir yang tersisa hanyalah pecahan bergambar Kapitan Pattimura.

    Ketua Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) PCNU Balikpapan, Muhajirin menilai tradisi ini sebagai bentuk budaya yang positif.
    "Bagus saja, anggap saja itu budaya sedekah," ucap Ki Muhajir, Jumat (4/4/2025).

    Namun, ia menyebut tradisi ini merupakan budaya baru yang berkembang seiring perubahan zaman. 

    Di masa lalu, tradisi yang lebih ditekankan adalah silaturahmi, bukan pemberian uang.
    "Zaman dulu intinya tetap silaturahmi. Nilai silaturahminya lebih kental daripada sekarang," katanya.

    Ia mengenang masa kecilnya di Pulau Jawa, setelah Salat Idulfitri masyarakat akan lebih dulu mengunjungi kerabat yang tinggal jauh. 

    Kunjungan ke tetangga dan kerabat dekat biasanya dilakukan setelah Magrib atau keesokan harinya.

    "Kalau pagi habis Salat Id pergi jauh-jauh dulu, malamnya baru ke yang dekat. Pokoknya kalau belum selesai satu kampung, dilanjut besok," tuturnya.

    Meski demikian, Ki Muhajir tak mempermasalahkan munculnya budaya baru seperti salam tempel atau istilah lain seperti THR atau angpau. 

    Menurutnya, selama tradisi itu mengajarkan kebaikan dan bersedekah, maka patut dirawat dan dipertahankan.

    "Tradisi lama nggak begitu karena kondisi ekonomi di pedesaan dulu sangat terbatas. Sekarang ekonomi sudah membaik, meniru budaya lain yang baik juga tidak masalah," ucapnya.

    Ia mengutip falsafah warga Nahdliyyin, “Al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah”-mempertahankan budaya lama yang baik dan mengambil budaya baru yang lebih baik.

    Tradisi memberi uang saat Lebaran juga dinilainya sebagai bentuk pendidikan kebaikan bagi anak-anak, sekaligus membuka hati untuk lebih dermawan.

    “Memberi itu akan mendapat pahala sedekah, tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk orang tua yang sudah wafat, pahalanya bisa mengalir kepada mereka juga,” jelasnya.

    Selain salam tempel, Ki Muhajir juga menyebut akan ada tradisi Lebaran Ketupat yang jatuh pada Sabtu (5/4/2025) besok. 

    Tradisi ini merayakan mereka yang berpuasa enam hari setelah Idulfitri dan memiliki makna filosofis laku papat seperti lebar, lebur, luber, dan labur-sebagai simbol kembalinya manusia ke fitrah.