Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Warga Kledang Mas Dibayangi Ancaman Pergeseran Tanah, Sudah 21 Rumah yang Terdampak 

Sisa reruntuhan rumah di Blok BS, Kledang Mas, Samarinda terlihat masih berserakan. (Foto: Ayu/Pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Warga Kledang Mas Dibayangi Ancaman Pergeseran Tanah, Sudah 21 Rumah yang Terdampak 

    PusaranMedia.com

    Sisa reruntuhan rumah di Blok BS, Kledang Mas, Samarinda terlihat masih berserakan. (Foto: Ayu/Pusaranmedia.com)

    Warga Kledang Mas Dibayangi Ancaman Pergeseran Tanah, Sudah 21 Rumah yang Terdampak 

    Sisa reruntuhan rumah di Blok BS, Kledang Mas, Samarinda terlihat masih berserakan. (Foto: Ayu/Pusaranmedia.com)

    Reporter: Ayu Norwahliyah | Editor: Bambang Irawan

    SAMARINDA – Warga Perumahan Kledang Mas, Kecamatan Samarinda Seberang, masih menghadapi ancaman longsor yang belum mereda sejak pertama kali terjadi pada Mei 2023.

    Hingga Rabu (16/4/2025), jumlah rumah terdampak mencapai 21 unit, bertambah dua unit dari sebelumnya.

    Namun, ancaman itu tak tampak kasat mata. Pergerakan tanah di kawasan Blok BS berlangsung di bawah permukaan, sehingga sulit terdeteksi tanpa alat khusus.

    “Longsor ini berada di bawah lapisan tanah, sehingga tidak bisa dilihat secara langsung,” kata Camat Samarinda Seberang, Aditya Koesprayogi.

    Untuk memantau kondisi tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda bekerja sama dengan tim Geologi dari Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) dengan menggunakan instrumen pemantauan bawah tanah.

    Dari kajian sementara, BPBD merekomendasikan relokasi sebagai langkah paling aman bagi keselamatan warga.

    “Tentu kami juga terus berupaya agar pemerintah bisa memfasilitasi di mana lokasi relokasi yang layak dan aman,” ujarnya.

    Pihak kecamatan telah menjalin komunikasi dengan pengembang dan mantan pengembang perumahan, dengan harapan lahan yang masih tersedia dapat dimanfaatkan sebagai lokasi relokasi.

    Aditya menyebut pihaknya juga tengah mengupayakan berbagai bentuk dukungan pemerintah, termasuk opsi penyewaan hunian sementara bagi warga yang kehilangan tempat tinggal.

    "Kami sedang mengajukan opsi penyewaan rumah untuk warga sebagai solusi sementara, sambil menunggu progres relokasi," imbuhnya.

    Namun, proses ini tidak sederhana. Koordinasi lintas sektor, termasuk dengan pihak swasta, diperlukan untuk merealisasikannya.

    “Mungkin masyarakat juga ada kegelisahan terkait relokasi, sehingga mereka menyempatkan menyuarakan pendapatnya. Makanya kami ke sana untuk mendengarkan,” ungkapnya.

    Meski pengembang turut dilibatkan dalam upaya penanganan, ia menegaskan tanggung jawab penuh tidak bisa dibebankan kepada mereka. Pasalnya, tidak ada aktivitas pembangunan saat longsor terjadi.

    “Ini murni bencana alam, struktur tanah di kawasan tersebut berupa lempung, dan saat jenuh oleh air hujan, lapisan tersebut mulai bergerak. Karena itu kami mengajak pengembang tetap terlibat dalam mencari solusi bersama,” jelasnya.

    Sebelumnya, metode cut slope sempat diajukan sebagai solusi teknis untuk mengurangi risiko longsor. Teknik ini dilakukan dengan memotong lereng dan mengatur kemiringannya agar lebih stabil, sehingga tekanan tanah dapat dikurangi. 

    Dalam beberapa kasus, lereng juga diperkuat dengan material penahan atau vegetasi. Namun, rencana tersebut ditunda karena terkendala anggaran pemerintah daerah.

    “Ini menjadi trigger agar semua unsur, baik pemerintah maupun pengembang, bergerak bersama demi keselamatan warga,” tutupnya.