Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bambang Irawan
BALIKPAPAN - Di balik garis pembatas kuning hitam yang membentang di sebuah Gang Pelita berukuran kecil tepatnya kawasan penduduk RT 39, Kelurahan Prapatan, Kecamatan Balikpapan Kota, Andi dan putrinya melangkah perlahan, Jumat (18/4/2025).
Tangan sang anak menggenggam sebuah kardus, sementara sang ayah sesekali melirik ke sisi kiri jalan ke arah tanah longsor yang menganga, membatasi mereka dengan bahaya.
Mereka harus membungkuk melewati tali pembatas yang tergantung rendah, tanda bahaya yang tak bisa diabaikan.
Garis itu menjadi pengingat bisu akan tragedi yang terjadi sebulan lalu, tanah longsor yang merusak sebagian lingkungan dan mengancam rumah-rumah warga. Lokasi ini juga berdekatan dengan bencana longsor yang hari ini terjadi di RT 33.
Setelah mengantar sang anak masuk ke rumah, Andi berdiri sejenak di depan pintu.
Pandangannya tak lepas dari dinding rumah yang kini retak-retak, dan nyaris ambruk.
Tak jauh dari sana, seorang tetangga keluar dari rumah dengan sepeda motor yang ia parkir di tempat lebih aman, jauh dari tebing rawan longsor.
Sekitar lima rumah berada dalam radius rawan, semuanya dikelilingi tali pembatas dan bayang-bayang kekhawatiran. Warga memilih bertahan, meski tanah di bawah mereka sudah tak lagi kokoh dan membahayakan.
"Kejadiannya itu malam hari, sebulan lalu. Sudah diajukan enam proposal ke pihak PU dan anggota dewan, dari RT juga sudah mengupayakan, tapi sampai sekarang belum ada perbaikan," ucap Andi dengan kondisi yang dinikmatinya.
Andi menaruh harap pada Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan agar segera turun diperbaiki bekas longsoran. Dikhawatirkannya, longsoran tersebut bertambah parah.
“Kami hanya ingin segera diperbaiki. Ini jalan umum, masyarakat lewat sini. Kalau dibiarkan, bisa lebih parah," harapnya.
Lurah Prapatan, Reza Dipa Pradeka membenarkan, bahwa longsor di RT 39 telah dilaporkan ke pemerintah kota. Namun proses penanganannya masih terkendala status lahan yang belum berstatus Fasilitas Umum (Fasum).
"Kalau bukan fasum, penanganan teknisnya beda. Pemerintah tetap punya aturan dan kajian teknis yang harus dipatuhi," kata Reza.
Meski begitu, Reza menyebutkan beberapa bantuan material sudah mulai disalurkan, meski belum menyentuh semua rumah terdampak.
"Untuk sementara, penanganan dilakukan dengan gotong royong dan swadaya dulu. Bantuan dari pemerintah menyesuaikan kajian teknis dan kondisi anggaran," jelasnya.
Di tengah ketidakpastian itu, warga seperti Andi hanya bisa menunggu. Menunggu tanah kembali kokoh, menunggu rumahnya kembali aman, dan menunggu pemerintah menjawab harapan yang mereka titipkan dalam enam proposal yang masih menggantung.