Reporter : Ayu Norwahliyah | Editor : Bambang Irawan
SAMARINDA – Produksi sampah harian di Samarinda yang kini mencapai 604 ton dan mulai mengancam kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sambutan.
Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda pun kini mengubah pendekatan. Tak lagi menunggu TPA penuh sebelum bertindak, pemkot kini fokus pada langkah preventif berbasis teknologi.
Salah satu strateginya adalah membangun 10 unit insinerator yang akan tersebar di seluruh kecamatan. Proyek ini diklaim sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi beban TPA dan mengelola sampah lebih efisien.
“Anggarannya sudah siap. Kita sudah plot-kan kurang lebih Rp16 miliar untuk pengadaan 10 unit insinerator di 10 kecamatan,” kata Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda, Ibrohim.
Proyek ini bukan keputusan tiba-tiba. Wali Kota Andi Harun telah memimpin sejumlah rapat teknis dan studi banding ke daerah lain untuk memastikan efektivitas penggunaan insinerator.
Target utamanya adalah menekan volume sampah yang masuk ke TPA sekaligus mengolah abu hasil pembakaran menjadi produk bernilai guna, seperti paving block.
“Lahan di kecamatan memang kecil, tapi cukup. Sementara di TPA Sambutan akan lebih besar karena juga akan digunakan untuk produksi paving block dari abu sisa pembakaran,” jelasnya.
Pemkot telah menyiapkan lahan di setiap kecamatan. Rata-rata luasnya di bawah 1.000 meter persegi, namun dianggap memadai untuk skala kebutuhan.
Khusus insinerator yang terintegrasi dengan produksi paving block akan ditempatkan di TPA Sambutan, yang memiliki lahan lebih luas dan mendukung proses lanjutan.
Dari sisi anggaran, penyesuaian dilakukan setelah evaluasi teknis. Semula, setiap unit insinerator hanya dialokasikan dana sekitar Rp1 miliar. Namun setelah dihitung ulang, nilainya membengkak.
“Awalnya memang dianggarkan hampir Rp1 miliar per unit, tapi setelah evaluasi lebih dari itu, sehingga totalnya sekitar Rp16 miliar,” katanya.
Agar proyek berjalan optimal, Pemkot membagi tugas antar perangkat daerah. Dinas PUPR melalui bidang Cipta Karya bertanggung jawab atas pembangunan fisik, sedangkan operasional insinerator akan dikelola Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Operasional dan pengelolaan akan menjadi tupoksi DLH,” pungkasnya.