Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

“Surga” di Balik Bukit dan Ancaman yang Tak Pernah Tidur

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    “Surga” di Balik Bukit dan Ancaman yang Tak Pernah Tidur

    PusaranMedia.com

    “Surga” di Balik Bukit dan Ancaman yang Tak Pernah Tidur

    Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bambang Irawan

    BALIKPAPAN - Di tengah rapatnya rumah-rumah dan sempitnya gang-gang kecil di kawasan Prapatan, siapa sangka ada sebuah “surga” tersembunyi. 

    Tak ada plang nama, tak pula jalan beraspal mulus. Hanya jalan buntu yang berakhir di rimbunnya hutan, di baliknya mata air jernih mengalir deras dari celah batu.

    Jumat, (18/4/2025) pagi, reporter Pusaranmedia.com menapaki jalur sempit bersama Maul, seorang warga setempat yang tahu betul seluk-beluk bukit ini. 

    Keringat menetes saat ingin merekam situasi dengan menyusuri jalanan tanah yang agak mendaki, tapi rasa letih langsung dibayar tuntas oleh pemandangan di ujung perjalanan.

    "Ini air nggak pernah habis, mas. Dari dulu, ngalir terus,” ucap Maul sambil menunjuk mata air yang keluar dari tebing batu yang dihubungkan dengan pipa panjang. 

    Bahkan, dikatakannya, sumber air ini kerap melimpah sehingga warga sekitar kadang menampungnya dengan ember dan galon berjajar, disambung selang yang menjulur panjang hingga ke rumah-rumah warga.

    Bagi warga RT 33 dan sekitarnya, mata air ini adalah berkah. Mereka tak lagi bergantung penuh pada pasokan air PDAM. 

    Bahkan, pasir putih yang ikut terbawa aliran seringkali digunakan untuk kebutuhan bangunan. “

    Bukan kami gali, ini pasir turun sendiri kalau hujan. Kalau mau diambil nggak apa-apa, siapa yang larang,” katanya.

    Namun, berkah itu punya sisi gelap. Hujan yang membawa air juga membawa kekhawatiran. Setiap tetes yang jatuh dari langit bisa jadi awal bencana. Tanpa saluran air yang memadai, derasnya aliran dari atas bukit memicu longsor, mengikis tanah, dan menyapu apa pun yang ada di bawahnya.

    "Dulu tanggul pernah jebol, pasirnya turun melimpah ruah. Warga cuma bisa bikin tanggul pakai karung. Nggak kuat,” kisah Maul.

    Kekhawatiran itu diamini oleh Lurah Prapatan, Reza Dipa Pradeka. 

    Ia menyebut kawasan belakang permukiman ini memang minim saluran air. Usulan pembangunan drainase besar sudah diajukan sejak dua tahun lalu, namun hingga kini belum terealisasi.

    "Kami sudah masukkan di Musrenbang. Warga ingin saluran air yang ditutup dan di atasnya jadi jalan, seperti di dekat kantor DPRD,” terang Reza. 

    Rencana pembangunan saluran itu dilakukan karena debit air dari atas besar, dan itu langsung lari ke permukiman karena tak ada jalurnya.

    Di sisi lain, akses menuju kawasan sumber air makin terbatas. Beberapa jalur yang tembus ke area Gunung Dubs Pertamina kini ditutup pagar dan digembok. Warga hanya bisa mengandalkan jalur sempit yang rawan licin dan longsor.

    Surga itu tetap mengalir. Airnya tak pernah kering. Pasirnya tak pernah habis. Tapi di bawah ketenangan itu, ada ancaman yang terus mengintai. Warga bertahan, berharap solusi bukan hanya janji.

    Bukit ini diam. Tapi airnya bicara.