Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Kepala Pengadilan Agama Balikpapan Beri Penjelasan Cara Membagi Harta Waris

Kepala Pengadilan Agama Balikpapan, Ahmad Fanani. (Foto: Pengadilan Agama Balikpapan)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Kepala Pengadilan Agama Balikpapan Beri Penjelasan Cara Membagi Harta Waris

    PusaranMedia.com

    Kepala Pengadilan Agama Balikpapan, Ahmad Fanani. (Foto: Pengadilan Agama Balikpapan)

    Kepala Pengadilan Agama Balikpapan Beri Penjelasan Cara Membagi Harta Waris

    Kepala Pengadilan Agama Balikpapan, Ahmad Fanani. (Foto: Pengadilan Agama Balikpapan)

    Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bambang Irawan

    BALIKPAPAN - Isu tentang penyitaan harta warisan yang tidak dimanfaatkan atau terbengkalai oleh negara menuai berbagai tanggapan. 

    Kepala Pengadilan Agama Balikpapan, Ahmad Fanani memberikan penjelasan dari sudut pandang hukum Islam dan prosedur hukum di Indonesia.

    Ahmad Fanani mengatakan, wacana penyitaan harta warisan yang tidak dikelola bukanlah hal yang serta-merta bisa dilakukan tanpa mempertimbangkan kepemilikan yang sah. 

    "Kalau dalam Islam, selama harta itu masih ada pemiliknya, meski tidak digunakan, tetap tidak boleh diserobot atau disita begitu saja," ucap Ahmad, Rabu (23/4/2025).

    Ia menjelaskan dalam fikih Islam, ada istilah Ihya’ul Mawat, yaitu menghidupkan tanah yang terbengkalai yang tidak diketahui pemiliknya. 

    Namun, hal ini berbeda konteks jika tanah atau harta tersebut masih memiliki ahli waris yang sah.

    Sebab itu, ditegaskannya, hak waris merupakan hak yang melekat dan harus dihormati. 

    "Kalau harta warisan masih punya pemilik yang sah, misalnya belum dibagi karena ahli waris sibuk atau belum sempat mengurus, tidak serta-merta bisa diambil alih negara," katanya.

    Di sisi lain, ia juga menjelaskan apa itu warisan. Warisan dalam Islam adalah perpindahan kepemilikan harta dari pewaris yang telah meninggal dunia kepada ahli waris yang sah. 

    Dalam struktur warisan, terdapat tiga unsur penting, yaitu pewaris, ahli waris, dan harta yang diwariskan.

    "Harta warisan bisa berupa uang, tanah, rumah, kendaraan, atau aset lainnya yang sah milik pewaris sebelum wafat," jelasnya.

    Begitu juga dalam praktiknya, Ahmad menyebutkan ada dua jalur yang biasa ditempuh masyarakat dalam mengurus warisan, yaitu musyawarah kekeluargaan dan jalur hukum melalui Pengadilan Agama.

    Jika pembagian dilakukan secara damai, cukup dengan kesepakatan keluarga. 

    Namun jika ada sengketa, maka penyelesaiannya harus melalui jalur hukum. Dalam hal ini, Pengadilan Agama berwenang menetapkan siapa saja yang menjadi ahli waris, apa saja objek warisan, dan berapa pembagian untuk masing-masing ahli waris.

    "Misalnya ada almarhum yang meninggalkan tanah, kalau ingin dijual atau dibaliknama, kantor pertanahan membutuhkan dokumen penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama," ungkapnya.

    Karena itu, kata dia, pentingnya penetapan ahli waris. Penetapan ini menjadi dasar administratif agar semua pihak diakui secara sah. 

    Jika terjadi sengketa, maka Pengadilan Agama akan mengeluarkan putusan yang mengatur pembagian sesuai hukum Islam. 

    "Putusan itu bisa menjadi dasar eksekusi jika ada pihak yang menguasai harta warisan secara sepihak,” jelas Ahmad.

    Sementara terkait wasiat, Ahmad menjelaskan bahwa pewaris diperbolehkan membuat wasiat maksimal sepertiga dari harta yang dimiliki. 

    Wasiat kepada ahli waris harus disetujui oleh ahli waris lainnya, dan seseorang yang menerima wasiat tidak bisa lagi mendapat bagian dari warisan.

    "Kalau seseorang sudah mendapatkan wasiat, maka itu dianggap sebagai bagiannya. Ia tidak berhak menuntut bagian warisan lainnya,” katanya.

    Begitu pula dengan sistem pembagian warisan dalam Islam telah diatur dalam Al-Qur’an. 

    Ia menegaskan, bahwa pembagian dilakukan berdasarkan jenis kelamin, di mana laki-laki mendapat dua bagian dan perempuan satu bagian.

    "Contohnya, kalau seorang ayah meninggal dan meninggalkan satu anak laki-laki dan dua perempuan, maka harta akan dibagi menjadi empat bagian, anak laki-laki mendapat dua bagian, dan masing-masing anak perempuan mendapat satu bagian," paparnya.

    Namun di sisi lain ada fakta tentang konflik warisan di tengah masyarakat. Ahmad pun mengakui bahwa sengketa warisan semakin meningkat, terutama karena tingginya nilai aset seperti tanah. 

    "Tanah di Balikpapan ini kan makin mahal. Tidak sedikit keluarga yang bertengkar, bahkan sampai ke ranah hukum hanya karena warisan," ungkapnya.

    Ia mengimbau masyarakat agar menyelesaikan masalah warisan dengan bijak dan mengedepankan musyawarah kekeluargaan. 

    "Warisan itu seharusnya membawa keberkahan dan mempererat hubungan, bukan malah memecah-belah keluarga," tegasnya.

    Ahmad juga menyampaikan bahwa sejumlah ulama menyarankan pembagian warisan dilakukan segera setelah wafatnya pewaris. Bahkan sebelum pewaris dikebumikan, warisan diharuskan sudah terbagi.

    "Bahkan ada yang berpendapat, warisan dibagi dulu sebelum jenazah dimakamkan, agar tidak menjadi beban dan tidak memicu konflik di kemudian hari," pungkasnya.