Reporter Siswandi Editor Bambang Irawan
SANGATTA – Menjelang akhir tahun ajaran, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Timur (Kutim)memperbolehkan sekolah untuk menggelar acara perpisahan.
Kepala Disdikbud Kutim, Mulyono menegaskan kegiatan ini sah dilakukan di semua jenjang, mulai dari SD, SMP hingga SMA, selama dilaksanakan secara sederhana dan tidak membebani wali murid.
Dalam keterangannya, Mulyono menekankan pentingnya menjaga agar momen perpisahan tetap berada dalam batas kewajaran.
Ia mempersilakan sekolah memanfaatkan dana BOS, BOSDA, sponsor, maupun sumbangan orang tua selama sifatnya sukarela dan tidak bersifat memaksa. Jika ada pungutan yang dirasa memberatkan, orang tua diminta tidak segan melapor ke kantor Disdikbud.
“Kalau memang ada hal seperti itu, ada iuran atau pungutan biaya perpisahan yang memberatkan, diratakan nominal dan ada jangka waktu tertentu, silakan datang ke sini. Nanti saya tegur pihak sekolahnya,” ujar Mulyono.
Menurutnya, kebijakan tersebut dianggap sebagai upaya mengakomodasi kebutuhan emosional siswa di akhir masa sekolah, tanpa mengabaikan kondisi ekonomi keluarga.
Namun di sisi lain, sikap berbeda disampaikan oleh Ketua DPD Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Kutim, Muhamad Kahirudin.
Ia secara tegas meminta agar Dinas Pendidikan, baik tingkat kabupaten maupun provinsi, menghapus kegiatan wisuda yang menurutnya tidak memiliki dasar hukum.
Tradisi tersebut dinilainya hanya membebani orang tua dan tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan peserta didik.
“Kegiatan ini hanya bersifat kebiasaan yang justru menyulitkan orang tua karena ada biaya tambahan. Tidak ada aturan yang mewajibkan sekolah menggelar wisuda,” tegasnya.
AMPG Kutim juga mendesak agar semua bentuk pungutan non-akademik, termasuk biaya perpisahan, dihentikan. Khairuddin menilai, hal-hal seremonial seperti ini justru menjauhkan esensi pendidikan dari semangat inklusifitas dan pemerataan akses.
Menurut Kahirudin, pendidikan harus berfokus pada kualitas belajar dan pembentukan karakter, bukan pada kemewahan acara yang bersifat simbolik.
Ia berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah tegas untuk menertibkan sekolah-sekolah yang masih menjalankan praktik tersebut.