Penulis: Prakoso Yudho Lelono, S.H.I
Ketua KPU Kota Balikpapan
SETIAP tahun, tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, sebagai penghormatan pada semangat yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Beliau mengajarkan bahwa pendidikan adalah jalan menuju kemerdekaan.
Namun, pada kesempatan kali ini saya ingin mengajak kita semua memperingati Hardiknas dengan sudut pandang reflektif. Sebagai wujud semangat, hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik daripada hari ini.
Setiap peringatan Hardiknas menyimpan rasa hormat pada semangat yang diusung. Tapi di sisi lain, sebagai bentuk pemikiran yang reflektif, ada satu pertanyaan yang perlu kita renungkan bersama: sudahkah pendidikan kita hari ini benar-benar memerdekakan? Sebagai penyelenggara pemilu di Kota Balikpapan, saya memang bukan guru, bukan kepala sekolah, apalagi pakar pendidikan. Tapi saya percaya, kerja-kerja demokrasi yang saya jalani sehari-hari sampai hari ini tidak bisa dilepaskan dari kualitas pendidikan bangsa ini. Demokrasi yang sehat hanya mungkin tumbuh dari rakyat yang berpengetahuan, beretika, dan memiliki nalar kritis. Itu semua dibentuk dari proses pendidikan, sejak dini.
Pendidikan Politik Sejak Dini
Saya berkeyakinan bahwa pendidikan adalah akar dari semua proses demokrasi. Di ruang kelas, anak-anak belajar tentang nilai, tanggung jawab, dan kebersamaan. Kalau nilai-nilai itu kuat sejak kecil, mereka akan tumbuh menjadi warga negara yang sadar dan peduli. Mereka tidak akan mudah diseret oleh politik uang, tidak mudah terprovokasi oleh berita hoaks, apalagi apatis terhadap proses politik. Karena pemahaman dan kesadaran terhadap proses politik telah ditanamkan sejak dini.
Sebaliknya, jika ruang-ruang pendidikan justru membentuk sikap pasif, asal ikut-ikutan, atau bahkan membenarkan praktik curang, maka kita sedang menanam benih krisis demokrasi. Pilkada Balikpapan 2024 yang baru saja kita lewati memberi banyak pelajaran. Kami di KPU Kota Balikpapan telah berusaha membangun tata kelola yang transparan dan akuntabel, tetapi semua itu tidak akan berarti jika masyarakat kita belum punya kesadaran kritis untuk ikut menjaga prosesnya. Dan kesadaran itu hanya mungkin lahir dari pendidikan yang membebaskan.
Pendidikan politik sejak dini merupakan suatu keniscayaan, dan harus kita kawal bersama. Saya percaya hal ini telah berlangsung, tetapi perlu kita tingkatkan bersama. Untuk itu saya sering membayangkan: bagaimana jika sejak SMP atau SMA, anak-anak diajak untuk berdiskusi tentang perbedaan pandangan politik, belajar tentang proses pemilu, bahkan dilatih untuk menjadi pemimpin dalam organisasi sekolah? Bukan untuk membuat mereka “dewasa sebelum waktunya”, tetapi agar mereka paham bahwa politik bukan melulu soal praktik taktik mencapai tujuan dengan cara yang kotor. Melainkan ada sudut pandang positif lainnya yang perlu mereka ketahui: bahwa proses politik akan menghasilkan kebijakan yang menentukan nasib suatu masyarakat. Pendek kata, semua aktivitas masyarakat tidak terlepas dari kebijakan politik.
Terlalu lama kita memisahkan pendidikan dari kehidupan publik. Padahal, pendidikan yang baik harus mampu membentuk manusia yang berpikir, beretika, dan berani mengambil peran. Pendidikan seharusnya tidak hanya mencetak sarjana, tapi juga membentuk warga negara yang sadar.
Pendidikan, Antara Idealitas dan Realitas
Saya pribadi sangat setuju dan menyambut baik semangat Merdeka Belajar. Gagasan itu punya ruh yang kuat: bahwa setiap anak punya cara belajar masing-masing, dan pendidikan harus memberi ruang bagi keberagaman. Tapi implementasinya masih jauh dari harapan.
Tak jarang ditemui banyak guru yang belum dibekali pelatihan cukup. Sekolah-sekolah di daerah pelosok negeri ini kesulitan menyesuaikan kurikulum. Dan sering kali, kita masih terjebak dalam angka-angka: nilai, peringkat, akreditasi—hal-hal yang kadang mengaburkan tujuan sejati pendidikan itu sendiri. Jika kita ingin pendidikan yang benar-benar memerdekakan, maka kita harus berani beranjak dari paradigma lama. Pendidikan bukan pabrik ijazah. Ia adalah proses panjang membentuk manusia seutuhnya.
Di era globalisasi saat ini, pendidikan karakter menjadi sangat relevan dan mendesak. Dunia kerja dan masyarakat menuntut lebih dari sekadar kecakapan akademik; integritas, empati, kerja sama, dan ketahanan mental menjadi kualitas yang sangat dibutuhkan.
Pendidikan karakter membantu peserta didik mengenali dan membentuk nilai-nilai dasar yang akan mereka pegang seumur hidup. Di tengah gempuran informasi digital, banjir opini di media sosial, dan tekanan hidup yang semakin kompleks, karakter yang kuat menjadi jangkar yang menjaga seseorang tetap berpijak. Maka, pendidikan kita harus berani meletakkan karakter sebagai fondasi utama, bukan pelengkap semata.
Balikpapan dan Masa Depan Pendidikan
Balikpapan sebagai kota penyangga Ibu Kota Negara (IKN) punya tantangan besar. Pembangunan fisik di kota ini begitu pesat. Tapi, apakah kita sudah seimbang membangun manusianya? Kota ini tidak boleh hanya punya jalan tol dan pelabuhan megah. Kota ini harus punya sekolah yang inklusif, guru-guru yang sejahtera, dan ruang belajar yang ramah bagi semua anak. Pendidikan harus jadi investasi jangka panjang kita. Karena tanpa pendidikan, semua kemajuan itu akan kosong.
Sebagai penyelenggara pemilu, saya berharap pemilu dan semua penyelenggaraan suksesi kepemimpinan ke depan diikuti oleh generasi yang lebih melek informasi, lebih kritis, dan lebih peduli. Dan itu harus terus kita gaungkan dari ruang-ruang pendidikan kita. Saya bukan hendak menggurui. Saya hanya ingin mengajak kita semua—orang tua, guru, pejabat berwenang, warga biasa (kita semua)—untuk turut serta merefleksikan kembali arah pendidikan kita. Apakah ia benar-benar membebaskan, atau justru makin menekan? Apakah ia menguatkan masyarakat, atau justru menciptakan ketimpangan baru?
Hari Pendidikan Nasional tidak cukup hanya diperingati dengan upacara atau kata-kata indah. Ia harus jadi waktu untuk menengok ke dalam dan bertanya: sudah sejauh mana kita memberi kesempatan yang adil bagi setiap anak bangsa untuk tumbuh dan belajar?
Semoga kita tidak lelah memperjuangkan pendidikan yang berpihak pada semua. Pendidikan yang tidak hanya menghasilkan lulusan, tapi juga manusia-manusia yang berani berpikir, jujur bertindak, dan siap membangun bangsa.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025.