Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Budidaya Rumput Laut Terpuruk akibat Harga Anjlok, DPRD Nunukan Desak Pemkab Bertindak

Ketua Komisi II Andi Fajrul Syam saat meninjau budidaya rumput laut di Nunukan. (Foto: Diansyah/Pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Utara

    Budidaya Rumput Laut Terpuruk akibat Harga Anjlok, DPRD Nunukan Desak Pemkab Bertindak

    PusaranMedia.com

    Ketua Komisi II Andi Fajrul Syam saat meninjau budidaya rumput laut di Nunukan. (Foto: Diansyah/Pusaranmedia.com)

    Budidaya Rumput Laut Terpuruk akibat Harga Anjlok, DPRD Nunukan Desak Pemkab Bertindak

    Ketua Komisi II Andi Fajrul Syam saat meninjau budidaya rumput laut di Nunukan. (Foto: Diansyah/Pusaranmedia.com)

    Reporter: Diansyah | Editor: Bambang Irawan

    NUNUKAN – Budidaya rumput laut yang selama ini menjadi komoditas unggulan dan penggerak ekonomi masyarakat di perbatasan Nunukan, kini mengalami keterpurukan. 

    Anjloknya harga jual menjadi salah satu faktor utama menurunnya aktivitas produksi dan pendapatan masyarakat pembudidaya.

    Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Andi Fajrul Syam mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi ini. 

    Ia menyebutkan, harga rumput laut saat ini berada di bawah Rp10 ribu per kilogram, jauh dari harga ideal yang mampu menghidupi pelaku usaha di sektor tersebut.

    "Harga rumput laut saat ini sangat sulit, bahkan di bawah Rp10 ribu per kilogram. Imbasnya besar sekali, baik terhadap pelaku UMKM maupun masyarakat pembudidaya," ujar Andi Fajrul.

    Akibat kondisi tersebut, aktivitas para pengikat rumput laut yang dikenal dengan sebutan pabetang mengalami penurunan drastis. Jika sebelumnya mereka bekerja hampir setiap hari, kini hanya sekitar tiga kali dalam sepekan.

    "Produksi rumput laut menurun, banyak pembudidaya memilih berhenti sementara, bahkan ada yang gulung tikar. Upah pengikat yang biasanya Rp10 ribu sampai Rp12 ribu per tali, kini hanya sekitar Rp7 ribu," bebernya.

    Tak hanya harga, gangguan produksi juga diperparah oleh serangan hama lumut yang semakin sering terjadi, menambah beban pembudidaya.

    Andi Fajrul pun mendesak pemerintah daerah, khususnya Pemkab Nunukan melalui Bappeda Litbang, untuk segera mencari solusi guna menstabilkan harga rumput laut. Ia mengingatkan bahwa isu ini telah menjadi bagian dari prioritas pemerintah daerah sesuai dengan poin ke-14 dalam arah kebijakan pemerintahan yang baru.

    “Intinya, harga rumput laut harus stabil terlebih dahulu. Ini harus menjadi prioritas utama. Jika tidak segera ditangani, dampaknya akan cepat terasa terhadap ekonomi masyarakat,” tegasnya.

    Selain masalah harga dan produksi, akses jalan menuju lokasi penjemuran rumput laut juga menjadi sorotan. Ia menilai infrastruktur tersebut masih membahayakan warga yang melintas.

    “Pemerintah juga harus segera memperbaiki akses jalan ke lokasi jemur. Selain itu, fasilitas jeramba atau rak pengering juga harus ditingkatkan karena sangat vital bagi pembudidaya,” tambahnya.

    Masalah lingkungan pun turut disorot. Ia mengkritik penggunaan pelampung tidak ramah lingkungan seperti botol plastik yang justru menjadi sampah di pesisir pantai. Ia mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi pelampung berkualitas yang dapat bertahan hingga 15 tahun.

    “Kami harap ada produksi massal pelampung berkualitas yang bisa dibeli dengan harga ekonomis. Ini lebih efisien daripada terus menggunakan pelampung sementara yang mencemari lingkungan,” pungkasnya.