Reporter: Herdiansyah | Editor: Bambang Irawan
SAMARINDA - Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD), salah satu fasilitas kesehatan swasta ternama di Samarinda, tengah menghadapi krisis keuangan yang cukup serius.
Kuasa hukum RSHD, Desy Andriani dan Febronius Kefi, mengungkapkan sejumlah persoalan yang belakangan melanda rumah sakit tersebut, termasuk tunggakan pembayaran gaji serta iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Desy Andriani menyatakan manajemen telah menyadari kondisi keuangan yang tengah terseok-seok. Meski demikian, pihaknya menegaskan berbagai upaya telah dan terus dilakukan untuk memenuhi tanggung jawab terhadap karyawan dan pihak terkait.
“Pembayaran BPJS Ketenagakerjaan sudah disanggupi manajemen dan dijadwalkan akan dibayarkan pada Mei atau Juni ini,” jelasnya saat memberikan keterangan pers, Senin (5/5/2025).
Adapun mengenai tunggakan gaji, saat ini tercatat sebanyak 63 tenaga perawat yang masih aktif bekerja dari sebelumnya 115 orang. Sebanyak 52 perawat lainnya diketahui telah mengundurkan diri dari RSHD.
“Kami sedang mencarikan solusi agar kondisi keuangan bisa menutupi seluruh tunggakan. Targetnya dalam 1 hingga 2 bulan ke depan masalah ini bisa kami selesaikan, termasuk hak-hak 52 orang yang sudah resign,” tambahnya.
Kuasa hukum juga menanggapi insiden pengusiran yang mereka alami saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kalimantan Timur pada 28 April 2025 lalu.
Mereka menyayangkan sikap tersebut, mengingat kehadiran mereka saat itu bertujuan menyampaikan permohonan penjadwalan ulang dan menjelaskan kondisi rumah sakit secara langsung.
“Bagaimana kami bisa menjelaskan dan meminta penjadwalan ulang kalau baru bicara sepatah kata saja sudah diusir. Padahal kami membawa surat kuasa resmi dari manajemen,” jelas Desy.
Melihat kondisi yang semakin kompleks, pihak RSHD memutuskan untuk menghentikan sementara pelayanan kepada pasien. Langkah ini diambil guna menstabilkan situasi internal rumah sakit dan mencegah ketidaknyamanan bagi pasien.
“Untuk menetralkan kondisi yang ada, sementara waktu kami nonaktifkan dulu penerimaan pasien. Kami tidak ingin pelayanan yang tidak maksimal justru membuat pasien merasa tidak nyaman,” pungkasnya.