Reporter: Siswandi | Editor: Bambang Irawan
SANGATTA – Warga pedalaman Kabupaten Kutim menjerit. Harga isi ulang gas elpiji 3 kilogram di Kecamatan Muara Ancalong kini melambung tinggi, mencapai Rp100 ribu per tabung.
Bukan karena kelangkaan pasokan, tetapi karena parahnya infrastruktur jalan yang memutus nadi distribusi logistik.
Kondisi ini pertama kali mencuat ke publik saat Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi melakukan inspeksi mendadak ke kawasan terdampak, didampingi Camat Muara Ancalong, Harun Al Rasyid.
Mereka menyusuri langsung Jalan Poros Kelinjau Ulu, jalur utama menuju Desa Senyiur yang kini lebih mirip kubangan lumpur saat hujan dan lautan debu di musim kemarau.
"Ini bukan sekadar mahal, ini darurat ekonomi rumah tangga. Warga mengeluhkan harga gas bisa tembus Rp100 ribu. Jelas sangat membebani, apalagi mereka yang tinggal di pedalaman dan hidup dari hasil tani atau buruh harian," kata Mahyunadi.
Menurut laporan warga, mahalnya harga gas disebabkan biaya distribusi yang membengkak. Truk pengangkut gas harus menempuh waktu lebih lama, melewati medan ekstrem yang membuat kendaraan rawan mogok bahkan rusak parah. Semua risiko dan ongkos tambahan itu akhirnya dibebankan kepada konsumen.
Ironisnya, kondisi jalan rusak ini juga berdampak pada layanan publik lainnya. Dalam kesempatan yang sama, sejumlah kepala desa dilaporkan gagal menghadiri rapat koordinasi karena terjebak lumpur berjam-jam.
Pemkab Kutim berjanji akan segera berkoordinasi lintas sektor untuk mencari solusi cepat atas permasalahan ini, mulai dari penanganan darurat infrastruktur hingga evaluasi jalur distribusi logistik penting seperti gas elpiji.
“Saya akan bawa ini ke tingkat yang lebih tinggi. Rakyat tidak bisa terus-menerus jadi korban jalan rusak,” tegas Mahyunadi.