Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Satgas Bareskrim Polri Ungkap 9 Kasus TPPO di Nunukan, 82 PMI Ilegal Diselamatkan

Brigjen Pol Nurul Azizah saat menunjukkan berkas laporan polisi atas kasus pencegahan TPPO di Nunukan (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Utara

    Satgas Bareskrim Polri Ungkap 9 Kasus TPPO di Nunukan, 82 PMI Ilegal Diselamatkan

    PusaranMedia.com

    Brigjen Pol Nurul Azizah saat menunjukkan berkas laporan polisi atas kasus pencegahan TPPO di Nunukan (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    Satgas Bareskrim Polri Ungkap 9 Kasus TPPO di Nunukan, 82 PMI Ilegal Diselamatkan

    Brigjen Pol Nurul Azizah saat menunjukkan berkas laporan polisi atas kasus pencegahan TPPO di Nunukan (Foto: Diansyah/pusaranmedia.com)

    Reporter: Diansyah | Editor: Buniyamin

    NUNUKAN - Satuan Tugas (Satgas) Penegakan Hukum Desk Pelindungan Pekerja Indonesia yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 3 Tahun 2025 mengungkap sembilan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah Kalimantan Utara.

    Sebanyak 82 pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural berhasil diselamatkan dari upaya pengiriman ilegal ke Malaysia.

    Direktur Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak (PPA), serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nurul Azizah mengatakan Desk Pelindungan Pekerja Indonesia merupakan bagian dari program prioritas Presiden melalui Asta Cita, yang bertujuan menjamin hak dan keselamatan seluruh WNI yang bekerja sebagai migran.

    Dalam penegakan hukum ini, Kepala Bareskrim Polri ditunjuk sebagai Ketua Satgas Penegakan Hukum.

    "Kapolri selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO juga telah menginstruksikan tindakan hukum tanpa pengecualian terhadap semua pihak yang terlibat, termasuk perekrut, keluarga korban hingga oknum aparat yang terlibat," ujar Nurul Azizah. 

    Kasus TPPO ini, lanjut Nurul Azizah, terungkap berdasarkan laporan masyarakat terkait dugaan pengiriman WNI ilegal ke Malaysia melalui pelabuhan-pelabuhan kecil di wilayah Nunukan, khususnya Pulau Sebatik. 

    "Mereka ini rencananya akan dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga dan buruh perkebunan sawit tanpa dokumen resmi," ujarnya. 

    Berdasarkan hasil pemeriksaan pada dua kapal, yakni KM Thalia pada Senin (5/5/2025) dan KM Bukit Sibuntang pada Selasa (6/5/2025), ditemukan terdapat sembilan laporan polisi, tujuh tersangka dan 82 korban.

    Modus yang digunakan para pelaku adalah mengirim PMI secara non-prosedural melalui jalur laut kecil dengan membebankan biaya antara Rp4,5 juta hingga Rp7,5 juta kepada para korban, baik yang memiliki paspor maupun tidak.

    "Dari pencegahan dan penindakan tersebut, tim kami mengamankan sejumlah barang bukti di antaranya 14 dokumen paspor Indonesia, 13 unit telepon genggam, 13 tiket kapal, dua surat cuti dari perusahaan di Malaysia dan tiga kartu vaksin dari klinik di Malaysia," ucap jenderal bintang satu ini. 

    Dijelaskan Nurul, para tersangka telah menjalankan perekrutan dan pengiriman ilegal ini sejak 2023 silam dan atas kegiatan tersebut, para pelaku terancam Pasal 81 juncto Pasal 69 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI dengan ancaman penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp15 miliar. Pasal 4 UU Nomor  21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan ancaman penjara tiga sampai 15 tahun dan denda Rp120 juta–Rp600 juta. Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman penjara lima sampai 15 tahun dan denda Rp500 juta–Rp1,5 miliar. 

    "Kasus ini menunjukkan adanya keterkaitan erat antara jaringan perekrut dalam negeri dan pihak di luar negeri yang mengeksploitasi PMI tanpa perlindungan hukum yang layak," ucapnya. 

    Dalam rangka pencegahan, Satgas juga bekerja sama dengan Direktorat Tindak Pidana Umum dan Siber Bareskrim serta Kemenkominfo RI untuk melakukan patroli siber dan memblokir akun-akun media sosial yang menawarkan pekerjaan ilegal ke luar negeri.

    "Kami turut mengimbau masyarakat agar tidak tergiur dengan tawaran kerja ke luar negeri tanpa prosedur resmi. Pastikan legalitas perusahaan, bidang pekerjaan, serta kontrak kerja sebelum memutuskan berangkat. Pemerintah daerah juga didorong untuk menyediakan pelatihan keterampilan bagi warganya agar dapat ditempatkan secara resmi dan aman," pungkasnya.