Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Sengketa Lahan di Singa Gembara, YSB dan Warga Sepakat Damai dalam 30 Hari

Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi saat memimpin rapat perseteruan antara Yayasan Sangatta Baru (YSB) dan warga yang tergabung dalam Forum Perjuangan Warga Rukun (FPR). (Foto: Dok Prokopim Kutim)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Sengketa Lahan di Singa Gembara, YSB dan Warga Sepakat Damai dalam 30 Hari

    PusaranMedia.com

    Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi saat memimpin rapat perseteruan antara Yayasan Sangatta Baru (YSB) dan warga yang tergabung dalam Forum Perjuangan Warga Rukun (FPR). (Foto: Dok Prokopim Kutim)

    Sengketa Lahan di Singa Gembara, YSB dan Warga Sepakat Damai dalam 30 Hari

    Wakil Bupati Kutim, Mahyunadi saat memimpin rapat perseteruan antara Yayasan Sangatta Baru (YSB) dan warga yang tergabung dalam Forum Perjuangan Warga Rukun (FPR). (Foto: Dok Prokopim Kutim)

    Reporter: Siswandi | Editor: Buniyamin 

    SANGATTA – Pemkab Kutim akhirnya mempertemukan dua pihak yang berseteru dalam sengketa lahan puluhan hektare di Desa Singa Gembara. 

    Yayasan Sangatta Baru (YSB) dan warga yang tergabung dalam Forum Perjuangan Warga Rukun (FPR) duduk satu meja dalam mediasi yang dipimpin Wakil Bupati Mahyunadi.

    Hasilnya, ada kesepakatan damai dengan tenggat penyelesaian selama 30 hari.

    YSB mengklaim kepemilikan sah atas lahan seluas 25 Ha berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 49 (Desa Singa Gembara) dan Nomor 10 (Desa Teluk Lingga), serta empat surat pelepasan hak tanah. 

    Namun warga FPR bersikukuh sebagian lahan telah mereka garap dan huni secara turun-temurun.

    Ketua Umum YSB, Wiwin Sujati menegaskan yayasannya berdiri independen dan tidak ada kaitan dengan PT Kaltim Prima Coal (KPC).

    “YSB bukan bagian dari KPC. Kami berdiri sendiri dan siap menyelesaikan persoalan ini secara adil dan legal. Kami mendukung pengukuran ulang oleh BPN dengan data yang terbuka dari semua pihak,” ujarnya.

    Berikut Lima Poin Kesepakatan. Pertama, YSB mengakui kepemilikan lahan berdasarkan HGB dan surat pelepasan hak, tapi bersedia memberikan maksimal 10 Ha kepada warga setelah identifikasi dan persetujuan Pembina Yayasan.

    Kedua, sisa 15 Ha tetap dikelola YSB dengan dukungan administratif dari FPR dan pemerintah desa.

    Ketiga, identifikasi lahan dilakukan bersama Kepala Desa Singa Gembara, Dinas Pertanahan dan Kantor Pertanahan Kutim.

    Keempat, proses identifikasi disepakati rampung dalam waktu 30 hari sejak ditandatangani.

    Lima, setelah identifikasi dan persetujuan selesai, kedua belah pihak sepakat tidak akan melanjutkan sengketa hukum dan administratif.

    Mahyunadi menilai mediasi ini merupakan langkah penting, tapi ada itikad baik tanpa penyelesaian konkret tidak cukup.

    “Kalau dalam 30 hari tidak ada hasil, maka jalur hukum akan kami tempuh. Bukan sebagai ancaman, tapi sebagai tanggung jawab untuk menciptakan kepastian hukum,” ucapnya tegas.

    Suasana forum makin kuat nuansa damainya saat Kepala Desa Singa Gembara, Hamriani Kassa menyatakan sikap netral dan mendukung penuh objektivitas dalam proses identifikasi.

    “Tidak boleh ada intervensi. Pemerintah desa akan memastikan semuanya berdasarkan fakta lapangan,” katanya.