Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Senja, Sastra dan Suara dari Tenggarong: Pasar Petang Jadi Panggung Harapan Baru

Diskusi sastra bertema “Setelah Korrie” di acara pasar petang. (Foto: Ahmad Qoshashih)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Senja, Sastra dan Suara dari Tenggarong: Pasar Petang Jadi Panggung Harapan Baru

    PusaranMedia.com

    Diskusi sastra bertema “Setelah Korrie” di acara pasar petang. (Foto: Ahmad Qoshashih)

    Senja, Sastra dan Suara dari Tenggarong: Pasar Petang Jadi Panggung Harapan Baru

    Diskusi sastra bertema “Setelah Korrie” di acara pasar petang. (Foto: Ahmad Qoshashih)

    Reporter: Aswin | Editor: Bambang Irawan

    TENGGARONG — Ratusan orang memadati Pasar Petang di Pekarangan Ladaya, Tenggarong, Sabtu (24/5/2025) lalu. Acara ini menjadi oase baru dalam ekosistem seni dan literasi Kalimantan Timur, khususnya di Kutai Kartanegara (Kukar).

    Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Lanjong Foundation dan Ruang Sastra Kaltim serta mendapat dukungan penuh dari Dana Indonesiana dan LPDP. Kolaborasi tersebut menunjukkan bagaimana kekuatan komunitas, ketika berpadu dengan dukungan kelembagaan, dapat menciptakan ruang temu yang segar dan menggugah.

    Menggabungkan pasar kreatif sore hari, pertunjukan seni lintas medium dan diskusi sastra bernas, acara ini menyuguhkan pengalaman yang utuh dan berkesan. 

    Sekitar 10 tenant UMKM ikut ambil bagian dengan ragam sajian: mulai dari kuliner lokal, racikan kopi aromatik, aksesoris buatan tangan, hingga koleksi buku dan karya literasi independen.

    Salah satu daya tarik utama adalah stand penulis langsung, tempat pengunjung bisa memesan tulisan berdasarkan kisah pribadi mereka yang ditulis seketika oleh penulis lokal. Sebuah praktik literasi yang intim dan menyentuh.

    “Kami ingin menciptakan ruang yang inklusif, tempat literasi dirayakan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari,” ujar, Direktur Lanjong Art Festival, Ahmad Qoshashih, Senin (26/5/2025).

    Suasana acara dirancang dengan penuh perhatian: lampu-lampu temaram menggantung di antara pepohonan, panggung kecil tertata sederhana namun hangat, dan musik latar dipilih dengan rasa. Aliran pengunjung pun diatur rapi tanpa menghilangkan kesan santai.

    Acara dibuka oleh Teater TOS dengan lakon puitik yang menggugah. Disusul pembacaan puisi oleh Radika dan Indah Guzel yang membuat audiens larut dalam kata-kata yang menyentuh sisi personal dan sosial.

    Musisi hip-hop lokal menambahkan semangat baru dengan lirik berbahasa Kutai, menjadikan lokalitas sebagai kekuatan. Malam ditutup oleh Baladastra dengan balada puitik tentang danau eks-tambang, membalut keresahan ekologis dalam harmoni nada dan kata.

    Lanjong Foundation mempersembahkan tiga repertoar sastra. Rende tampil lewat monolog yang nyaris magis, sementara dua pertunjukan lainnya diadaptasi dari antologi puisi dan cerpen produksi Ruang Sastra Kaltim menghadirkan teks dalam bentuk pertunjukan yang hidup dan memesona.

    Penutup malam diisi dengan diskusi sastra bertema “Setelah Korrie”, mengenang warisan intelektual Korrie Layun Rampan. Tiga narasumber: Dahri Dahlan, Fitria, dan Kristal Firdaus, mengajak audiens menggali jejak pemikiran Korrie yang masih terasa dalam lanskap literasi Kaltim hari ini.

    “Diskusi berlangsung hangat dan penuh gagasan. Muncul kesadaran bahwa kerja sastra bukan hanya soal menulis, tapi juga tentang membangun jejaring, memperkuat komunitas, dan menjaga ruang-ruang pertemuan yang bermakna,” ujar Ahmad.

    Acara ini bukan sekadar hiburan, tetapi ruang refleksi, ruang temu, dan ruang tumbuh. Komunitas-komunitas seni dari Samarinda, Bontang, dan Tenggarong bersatu dalam harmoni yang langka dan membekas.

    Malam itu, Pekarangan Ladaya menjadi saksi bahwa dari Tenggarong, harapan baru menyala pelan namun pasti melalui puisi, kopi, teater, musik, dan cinta pada kata. Sebuah sore literasi yang akan terus diceritakan karena begitu layak dikenang.