Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

Warga Balikpapan Ditolak saat Berobat di Rumah Sakit, BPJS Janji Bakal Tindak Lanjuti

Surat keterangan kontrol sebelum dirubah petugas. (Foto: Dok.Dian Apriyanti)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Warga Balikpapan Ditolak saat Berobat di Rumah Sakit, BPJS Janji Bakal Tindak Lanjuti

    PusaranMedia.com

    Surat keterangan kontrol sebelum dirubah petugas. (Foto: Dok.Dian Apriyanti)

    Warga Balikpapan Ditolak saat Berobat di Rumah Sakit, BPJS Janji Bakal Tindak Lanjuti

    Surat keterangan kontrol sebelum dirubah petugas. (Foto: Dok.Dian Apriyanti)

    Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bunyamin

    BALIKPAPAN - Dian Apriyanti, warga RT 13 Kelurahan Marga Sari, Balikpapan Barat, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengeluhkan pengalaman tidak menyenangkan saat berobat menggunakan BPJS Kesehatan untuk putrinya yang menderita asma. 

    Kisahnya itu ia unggah ke media sosial dan viral di kalangan warga Balikpapan. Dian merupakan warga Balikpapan, almarhum suaminya dahulu bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kota Balikpapan. 

    Ia menceritakan sejak April 2025, anaknya telah mendapatkan rujukan dari puskesmas ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan pengobatan lanjutan di Poli Anak.

    "Obat yang diberikan dokter waktu itu jenis obat Seretide Diskus 50/250 Mcg 60 dosis untuk dua bulan pemakaian. Harganya cukup mahal, sekitar Rp400 ribu sampai Rp500 ribu. Saat itu tidak ada masalah," ucap Dian, Kamis (29/5/2025).

    Namun, masalah muncul saat ia kembali ke rumah sakit pada 26 Mei 2025 untuk kontrol lanjutan sesuai jadwal yang ditentukan dokter. Rumah sakit ini berada di kawasan Balikpapan Kota.

    Ketika berkas diserahkan ke loket pelayanan, petugas menolak permintaan kontrolnya dengan alasan bahwa obat yang diberikan sebelumnya masih mencukupi untuk dua bulan, sehingga kontrol sebaiknya dilakukan bulan berikutnya.

    "Petugas loket mencoret angka bulan 5 di surat keterangan kontrol dari dokter dan menggantinya jadi bulan 6. Ini namanya kesewenang-wenangan, padahal dokter sudah menentukan jadwal kontrol untuk evaluasi kondisi anak saya," ujarnya.

    Menurutnya, surat kontrol baru bahkan dicetak tanpa bertemu dokter dan tanpa tanda tangan dokter yang bersangkutan. 

    Ia pun merasa kecewa karena permintaan untuk bertemu dokter ditolak, padahal ingin menyampaikan bahwa obat tidak cocok dengan kondisi anaknya. "Kalau obatnya tidak cocok, masa saya dipaksa untuk tetap menggunakannya? Saya tidak ingin meracuni anak saya. Dokter yang memberikan obat, seharusnya dokter pula yang mengevaluasi," tegasnya.

    Dian mengkritik keputusan boleh atau tidaknya berobat seolah berada di tangan petugas loket, bukan tenaga medis. "Saya lihat bajunya seperti dari PT Patra atau apakah itu, tapi dia seolah mewakili BPJS. Kalau dia bilang bisa, ya bisa. Kalau tidak, ya tidak. Padahal yang tahu kondisi medis anak saya itu dokter," katanya.

    Dirinya juga sudah mencoba menyampaikan keluhan melalui media sosial dan menandai akun resmi BPJS Kesehatan pusat, namun tidak mendapatkan tanggapan. Seorang rekannya menyarankan untuk menghubungi kanal pengaduan resmi, tapi dirinya pesimistis karena sistem pengaduan dianggap berputar-putar.

    "Saya diminta melapor ke loket pengaduan di rumah sakit, tapi itu 'kan sama saja. Mereka satu atap dengan petugas loket yang awal. Pasti akan dikembalikan ke tempat semula," katanya.

    Masalah serupa juga pernah dialaminya ketika mendapat rujukan balik (PRB) untuk mengambil obat di apotek rekanan BPJS seperti Kimia Farma, tapi stok obat kerap kosong.

    Saat kembali ke puskesmas, ia malah disarankan kembali ke rumah sakit. "Saya paham BPJS sedang menghadapi beban klaim dari rumah sakit, tapi kami sebagai peserta jangan dikorbankan. Kami membayar iuran dan punya hak untuk mendapat layanan yang layak," tegas Dian.

    Ia berharap BPJS Kesehatan dan pihak rumah sakit bisa memperbaiki sistem layanan agar tidak merugikan peserta. Sebab, keputusan medis seharusnya tetap berada di tangan dokter, bukan petugas administratif.

    "Saya hanya ingin anak saya sembuh. Kalau obat tidak cocok, harusnya bisa dievaluasi oleh dokter. Jangan sampai kebijakan administratif justru membahayakan pasien," tuturnya.

    Kepala Cabang BPJS Kesehatan Balikpapan, Aidy Ilmi memberikan klarifikasi atas keluhan tersebut. Ia menjelaskan, sistem layanan BPJS telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

    "Pelayanan kesehatan bagi peserta dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis dan kompetensi fasilitas kesehatan, dimulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), kecuali dalam keadaan gawat darurat," kata Aidy, mengacu pada Pasal 55 ayat 1.

    Ia juga menerangkan, rujukan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKRTL) harus sesuai kompetensi dan dilakukan paling lama tiga bulan sesuai ketentuan Pasal 55 ayat 4 dan 5. Terkait keputusan kontrol atau pengobatan, Aidy menegaskan hal itu merupakan kewenangan penuh dokter yang menangani pasien.

    "Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) berwenang menetapkan kondisi medis pasien. Jadi, apabila memang secara medis perlu kontrol kembali, maka DPJP akan memberikan surat kontrol," jelasnya.

    Ia menegaskan bahwa BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan untuk mengubah keputusan medis atau rencana terapi dari dokter.

    "BPJS Kesehatan tidak berwenang menentukan kondisi medis atau merubah rencana terapi yang ditetapkan dokter. Kami hanya memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan hak peserta," tegasnya.

    Pihaknya berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus tersebut dengan berkoordinasi langsung dengan pihak rumah sakit.

    "Kami akan menindaklanjuti ke rumah sakit guna memastikan janji layanan fasilitas kesehatan benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan," pungkasnya.