Reporter: Siswandi | Editor: Buniyamin
SANGATTA – Wakil Ketua Komisi C DPRD Kutai Timur (Kutim), H Bahcok Riandi mengusulkan agar galian C turut dicantumkan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) Kutim 2025–2044.
Usulan itu disampaikannya saat rapat Panitia Khusus (Pansus) RPIK di Ruang Hearing DPRD Kutim.
Bahcok, yang juga tergabung dalam Pansus RPIK, menilai sektor Galian C memiliki kontribusi penting dalam perekonomian lokal, khususnya bagi pelaku usaha berskala kecil.
“Saya mengusulkan agar sektor Galian C menjadi bagian dari RPIK yang tengah disusun ini,” ujar Bahcok.
Menurutnya, kehadiran regulasi daerah sangat dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum bagi usaha kecil yang bergerak di bidang pertambangan material seperti pasir, batu dan tanah urug.
Selama ini, kata dia, pelaku Galian C skala kecil kerap dianggap melanggar aturan kehutanan karena beroperasi di wilayah HPH, padahal kegiatan mereka jauh dari kategori pertambangan besar.
"Selama ini, pelaku Galian C dalam skala kecil seolah tidak memiliki ruang gerak. Mereka kerap dianggap ilegal karena beroperasi di wilayah HPH, padahal usaha mereka sebanding dengan UMKM. Dulu mereka bisa menyetor retribusi ke Bapenda, tapi sekarang seluruh perizinan sudah diambil alih provinsi," jelasnya.
Ia menekankan pentingnya pembedaan antara tambang besar dan usaha kecil agar pelaku usaha lokal tidak terus-menerus terpinggirkan.
Dengan regulasi yang jelas, sambungnya, sektor Galian C bisa tumbuh sehat dan ikut menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau ada payung hukumnya, pelaku usaha bisa bekerja dengan tenang dan PAD kita juga dapat bertambah. Jangan sampai perhatian kita hanya tertuju pada tambang besar. Ini hanyalah usulan dari saya,” tambah politisi Demokrat dari Daerah Pemilihan (Dapil) 4 itu.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua Pansus RPIK 2025–2044, Sayyid Umar mengapresiasi inisiatif H Bahcok dan menyebutnya sebagai masukan konstruktif.
Namun, ia mengingatkan RPIK kini lebih diarahkan pada pengembangan industri menengah dan besar.
“Ini merupakan masukan yang sangat baik. Namun, mengingat RPIK lebih fokus pada pengembangan industri menengah dan besar, kami akan menyerahkan hal ini kepada Bagian Hukum untuk mengkaji lebih lanjut. Apakah sektor ini bisa dimasukkan atau justru perlu dibuatkan Perda tersendiri,” ujar Sayyid Umar.