Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan
logo

Transisi Energi Mendesak, Kaltim Harus Kurangi Ketergantungan Terhadap Tambang

Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, Dicky Edwin Hindarto. (Foto: Achmad Fadillah/Pusaranmedia.com)

Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Buniyamin

BALIKPAPAN - Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, Dicky Edwin Hindarto menegaskan pentingnya Kalimantan Timur (Kaltim) untuk segera mengurangi ketergantungan terhadap sektor tambang, khususnya batu bara. 

Ini disampaikan dalam seminar bertajuk “Apa Itu Transisi Energi dan Bagaimana Meliputnya?” yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan di Gedung Grand Sudirman, Rabu (4/6/2025).

"Transisi energi adalah keniscayaan, terutama bagi Kaltim yang ketergantungannya sangat tinggi pada batu bara. Kita harus mulai menyiapkan transformasi ekonomi agar tidak rentan terhadap fluktuasi harga batu bara," ucap Dicky.

Ia menyebut pemerintah daerah telah membentuk forum konsultasi transformasi ekonomi sebagai langkah awal mengurangi ketergantungan tersebut. 

Menurutnya, fluktuasi harga batu bara seperti yang terjadi pada 2022, saat harga melonjak dari USD 70 menjadi USD 400 per ton, lalu kembali turun drastis, menunjukkan risiko ekonomi yang tidak stabil.

"Jika terlalu bergantung pada satu komoditas, ketika harganya turun, ekonomi bisa kolaps, sehingga kita butuh diversifikasi dengan mengembangkan sektor pertanian, perdagangan, ekonomi kreatif dan industri kecil yang ramah lingkungan," jelasnya.

Dicky mencontohkan beberapa industri kecil potensial seperti makanan olahan atau produksi konblok dari limbah plastik yang dapat tumbuh dengan prinsip rendah karbon. 

Secara bertahap, proporsi batu bara dalam struktur ekonomi daerah bisa ditekan.

Lebih lanjut, ia menyebut negara-negara seperti Jerman dan Jepang yang masih menggunakan batu bara hanya sebagai sumber energi cadangan (bumper), tapi fokus utama tetap pada energi bersih. 

Ini perlu ditiru agar Kaltim tidak tertinggal dalam tren global.

Terkait pertanian, ia menyoroti pentingnya modernisasi untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja. 

"Kalau lahannya ada, tapi petaninya tidak ada, maka solusinya adalah mekanisasi. Satu orang bisa menggarap 10 hingga 20 hektare kalau alatnya modern," ujarnya.

Ia juga mendorong pemanfaatan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR perusahaan batu bara dan migas untuk pengembangan pertanian dan industri hijau. 

"Banyak perusahaan batu bara kini sudah mulai menggunakan bahan bakar nabati, seperti B30 dan B40. Mereka juga melakukan efisiensi energi sebagai bagian dari tuntutan global," kata Dicky.

Dicky pun menekankan, pengurangan ketergantungan terhadap tambang harus menjadi prioritas bersama.

"Ketergantungan itu seperti kecanduan, kalau dibiarkan keterusan. Dan kecanduan itu tidak baik," tegasnya.

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Timur

    Transisi Energi Mendesak, Kaltim Harus Kurangi Ketergantungan Terhadap Tambang

    PusaranMedia.com

    Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, Dicky Edwin Hindarto. (Foto: Achmad Fadillah/Pusaranmedia.com)

    Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Buniyamin

    BALIKPAPAN - Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, Dicky Edwin Hindarto menegaskan pentingnya Kalimantan Timur (Kaltim) untuk segera mengurangi ketergantungan terhadap sektor tambang, khususnya batu bara. 

    Ini disampaikan dalam seminar bertajuk “Apa Itu Transisi Energi dan Bagaimana Meliputnya?” yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan di Gedung Grand Sudirman, Rabu (4/6/2025).

    "Transisi energi adalah keniscayaan, terutama bagi Kaltim yang ketergantungannya sangat tinggi pada batu bara. Kita harus mulai menyiapkan transformasi ekonomi agar tidak rentan terhadap fluktuasi harga batu bara," ucap Dicky.

    Ia menyebut pemerintah daerah telah membentuk forum konsultasi transformasi ekonomi sebagai langkah awal mengurangi ketergantungan tersebut. 

    Menurutnya, fluktuasi harga batu bara seperti yang terjadi pada 2022, saat harga melonjak dari USD 70 menjadi USD 400 per ton, lalu kembali turun drastis, menunjukkan risiko ekonomi yang tidak stabil.

    "Jika terlalu bergantung pada satu komoditas, ketika harganya turun, ekonomi bisa kolaps, sehingga kita butuh diversifikasi dengan mengembangkan sektor pertanian, perdagangan, ekonomi kreatif dan industri kecil yang ramah lingkungan," jelasnya.

    Dicky mencontohkan beberapa industri kecil potensial seperti makanan olahan atau produksi konblok dari limbah plastik yang dapat tumbuh dengan prinsip rendah karbon. 

    Secara bertahap, proporsi batu bara dalam struktur ekonomi daerah bisa ditekan.

    Lebih lanjut, ia menyebut negara-negara seperti Jerman dan Jepang yang masih menggunakan batu bara hanya sebagai sumber energi cadangan (bumper), tapi fokus utama tetap pada energi bersih. 

    Ini perlu ditiru agar Kaltim tidak tertinggal dalam tren global.

    Terkait pertanian, ia menyoroti pentingnya modernisasi untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja. 

    "Kalau lahannya ada, tapi petaninya tidak ada, maka solusinya adalah mekanisasi. Satu orang bisa menggarap 10 hingga 20 hektare kalau alatnya modern," ujarnya.

    Ia juga mendorong pemanfaatan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR perusahaan batu bara dan migas untuk pengembangan pertanian dan industri hijau. 

    "Banyak perusahaan batu bara kini sudah mulai menggunakan bahan bakar nabati, seperti B30 dan B40. Mereka juga melakukan efisiensi energi sebagai bagian dari tuntutan global," kata Dicky.

    Dicky pun menekankan, pengurangan ketergantungan terhadap tambang harus menjadi prioritas bersama.

    "Ketergantungan itu seperti kecanduan, kalau dibiarkan keterusan. Dan kecanduan itu tidak baik," tegasnya.

    Transisi Energi Mendesak, Kaltim Harus Kurangi Ketergantungan Terhadap Tambang

    Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, Dicky Edwin Hindarto. (Foto: Achmad Fadillah/Pusaranmedia.com)

    Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Buniyamin

    BALIKPAPAN - Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, Dicky Edwin Hindarto menegaskan pentingnya Kalimantan Timur (Kaltim) untuk segera mengurangi ketergantungan terhadap sektor tambang, khususnya batu bara. 

    Ini disampaikan dalam seminar bertajuk “Apa Itu Transisi Energi dan Bagaimana Meliputnya?” yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan di Gedung Grand Sudirman, Rabu (4/6/2025).

    "Transisi energi adalah keniscayaan, terutama bagi Kaltim yang ketergantungannya sangat tinggi pada batu bara. Kita harus mulai menyiapkan transformasi ekonomi agar tidak rentan terhadap fluktuasi harga batu bara," ucap Dicky.

    Ia menyebut pemerintah daerah telah membentuk forum konsultasi transformasi ekonomi sebagai langkah awal mengurangi ketergantungan tersebut. 

    Menurutnya, fluktuasi harga batu bara seperti yang terjadi pada 2022, saat harga melonjak dari USD 70 menjadi USD 400 per ton, lalu kembali turun drastis, menunjukkan risiko ekonomi yang tidak stabil.

    "Jika terlalu bergantung pada satu komoditas, ketika harganya turun, ekonomi bisa kolaps, sehingga kita butuh diversifikasi dengan mengembangkan sektor pertanian, perdagangan, ekonomi kreatif dan industri kecil yang ramah lingkungan," jelasnya.

    Dicky mencontohkan beberapa industri kecil potensial seperti makanan olahan atau produksi konblok dari limbah plastik yang dapat tumbuh dengan prinsip rendah karbon. 

    Secara bertahap, proporsi batu bara dalam struktur ekonomi daerah bisa ditekan.

    Lebih lanjut, ia menyebut negara-negara seperti Jerman dan Jepang yang masih menggunakan batu bara hanya sebagai sumber energi cadangan (bumper), tapi fokus utama tetap pada energi bersih. 

    Ini perlu ditiru agar Kaltim tidak tertinggal dalam tren global.

    Terkait pertanian, ia menyoroti pentingnya modernisasi untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja. 

    "Kalau lahannya ada, tapi petaninya tidak ada, maka solusinya adalah mekanisasi. Satu orang bisa menggarap 10 hingga 20 hektare kalau alatnya modern," ujarnya.

    Ia juga mendorong pemanfaatan dana tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR perusahaan batu bara dan migas untuk pengembangan pertanian dan industri hijau. 

    "Banyak perusahaan batu bara kini sudah mulai menggunakan bahan bakar nabati, seperti B30 dan B40. Mereka juga melakukan efisiensi energi sebagai bagian dari tuntutan global," kata Dicky.

    Dicky pun menekankan, pengurangan ketergantungan terhadap tambang harus menjadi prioritas bersama.

    "Ketergantungan itu seperti kecanduan, kalau dibiarkan keterusan. Dan kecanduan itu tidak baik," tegasnya.