Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Buniyamin
BALIKPAPAN - Perkembangan media sosial mengubah lanskap komunikasi dan jurnalisme secara signifikan.
Praktisi komunikasi strategis Fardila Astari menyebut fenomena ini sebagai “new media”, yakni pergeseran dari media tradisional ke platform digital dan sosial media yang kini juga berfungsi sebagai kanal berita.
"New media itu bicara soal media sosial yang kini bisa jadi sumber informasi. Awalnya konten berasal dari media daring atau website, lalu disebarluaskan melalui berbagai platform seperti Instagram, TikTok dan lainnya," ucap Fardila, Rabu (4/6/2025).
Ia menjelaskan, pada era digital kini, setiap orang bisa menjadi “wartawan dadakan”. Hanya dengan merekam peristiwa dan mengunggahnya, sebuah informasi bisa menyebar luas.
Namun demikian, ia mengingatkan pentingnya akurasi dan validitas informasi.
"Unsur terpenting tetap fakta. Media yang terpercaya harus menyajikan informasi mendalam dan dapat dibuktikan. Kalau sampai media besar menyebar informasi yang salah, kepercayaan publik bisa runtuh," katanya.
Ia juga menyoroti perbedaan antara akun media yang menyajikan informasi dan akun pribadi yang sekadar membangun citra diri.
"Ada akun-akun media sosial yang isinya hanya joget atau pamer kekayaan. Itu sah-sah saja, tapi bukan media berita. Mereka hanya sedang membentuk citra pribadi," jelasnya.
Fardila menambahkan, dalam dunia Public Relations (PR), validasi oleh pihak ketiga seperti media resmi sangat penting agar informasi dianggap kredibel.
Ia juga menekankan pentingnya strategi dalam membangun media sosial agar dapat menghasilkan keuntungan.
"Agar media sosial bisa menghasilkan cuan, pertama-tama harus punya spesialisasi isu. Kedua, membangun kepercayaan publik. Ketiga, membuat konten menarik dan beragam. Dan terakhir, kenali target audiens supaya kontennya lebih tepat sasaran," paparnya.
Soal perlengkapan produksi konten, Fardila menyebut bahwa modal alat bukan hal utama.
'Yang penting bukan alat canggih, tapi kontennya faktual. Banyak kejadian penting bisa direkam dengan alat sederhana, yang penting bukan hoaks," katanya.
Ia pun menyinggung peran netizen sebagai kekuatan baru dalam demokrasi digital.
"Netizen sekarang seperti pilar keenam demokrasi. Banyak kasus besar, seperti korupsi dan pelanggaran etika pejabat, pertama kali terungkap karena unggahan netizen," pungkasnya.