Reporter: Achmad Fadillah | Editor: Bambang Irawan
BALIKPAPAN - Ketua Koordinator Bidang Riset dan Publikasi AJI Pusat, Ahmad Arif menegaskan transisi energi di Indonesia merupakan kebutuhan mendesak demi keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Namun upaya ini masih diwarnai ketimpangan, tata kelola buruk, serta dominasi narasi oleh pemerintah dan korporasi besar.
Ini disampaikan dalam seminar bertajuk "Apa Itu Transisi Energi dan Bagaimana Meliputnya?" yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan di Gedung Grand Sudirman, Rabu (4/6/2025).
Ia menyebut sistem energi nasional saat ini masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara, yang menyumbang lebih dari separuh kapasitas listrik nasional.
"Sektor energi kita tidak berkelanjutan, penuh beban tersembunyi bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat," kata Arif, yang juga dikenal sebagai jurnalis sains dan lingkungan.
Ia mengungkap, bahwa beban tersembunyi dari energi fosil sangat besar. Mulai dari deforestasi, pencemaran air dan udara, hingga peningkatan kasus penyakit pernapasan.
Ia mencontohkan kasus Jakarta, polusi udara telah menyebabkan lebih dari 10.000 kematian dini per tahun, dengan anak-anak menjadi kelompok paling rentan.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa transisi energi tidak boleh menjadi proyek elitis yang menyingkirkan suara warga terdampak.
"Kita mesti bertanya, siapa yang diuntungkan dan siapa yang menanggung biayanya?" ujarnya.
Karena itu, ia menyoroti bahwa dalam banyak kasus, masyarakat lokal di sekitar tambang atau PLTU justru mengalami pemiskinan, konflik lahan, dan kehilangan sumber penghidupan tradisional.
Dalam konteks media, Arif juga mengkritisi minimnya liputan mendalam tentang transisi energi, terutama dari perspektif keadilan iklim dan pengalaman warga.
"Sebagian besar pemberitaan masih bersifat seremonial dan bersumber dari rilis pemerintah atau BUMN," jelasnya.
Ia pun mengajak jurnalis untuk mengambil peran aktif dalam mengungkap "biaya sesungguhnya" dari energi kotor dan menggali sisi-sisi tersembunyi dari narasi transisi energi yang selama ini dipoles positif.
"Ini bukan hanya soal emisi atau teknologi, tapi soal bertahan hidup. Dan ini tugas kita semua," pungkasnya.