Logo
Pusaran Dewan Pers
Iklan

PMI Ilegal Terus Dideportasi dari Malaysia, Pemerintah Dorong Pembentukan Forum RT untuk Deteksi Dini

Wamen P2MI Christina Aryani saat melakukan penjemputan terhadap 127 PMI bermasalah di Pelabuhan Internasional Tunon Taka Nunukan. (Foto: Diansyah/Pusaranmedia.com)

BERITA TERKAIT

    Kalimantan Utara

    PMI Ilegal Terus Dideportasi dari Malaysia, Pemerintah Dorong Pembentukan Forum RT untuk Deteksi Dini

    PusaranMedia.com

    Wamen P2MI Christina Aryani saat melakukan penjemputan terhadap 127 PMI bermasalah di Pelabuhan Internasional Tunon Taka Nunukan. (Foto: Diansyah/Pusaranmedia.com)

    PMI Ilegal Terus Dideportasi dari Malaysia, Pemerintah Dorong Pembentukan Forum RT untuk Deteksi Dini

    Wamen P2MI Christina Aryani saat melakukan penjemputan terhadap 127 PMI bermasalah di Pelabuhan Internasional Tunon Taka Nunukan. (Foto: Diansyah/Pusaranmedia.com)

    Reporter: Diansyah | Editor: Bambang Irawan

    NUNUKAN – Lonjakan jumlah deportasi Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Malaysia kembali menjadi sorotan. Sepanjang Januari hingga Juni 2025, tercatat sudah empat gelombang deportasi dilakukan, dengan total 700 PMI dipulangkan ke Tanah Air melalui Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Nunukan.

    Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani yang hadir langsung dalam penyambutan deportan terbaru, mengaku prihatin. Sebagian besar PMI yang dideportasi terjerat kasus pelanggaran keimigrasian karena berangkat secara nonprosedural.

    “Kami sedih melihat kondisi seperti ini. Sudah empat kali deportasi hanya dalam setengah tahun. Padahal, kalau ingin bekerja ke luar negeri secara resmi, jalurnya tersedia dan prosesnya tidak sulit,” ujar Christina saat melihat secara langsung proses penerimaan deportan dari Sabah, Malaysia.

    Christina menjelaskan, saat ini terdapat tujuh perusahaan perkebunan di Kalimantan Utara yang telah bekerja sama dengan BP3MI Kaltara untuk menampung tenaga kerja secara legal. Namun, masih banyak calon PMI yang memilih jalur cepat tanpa dokumen lengkap, bahkan melalui jalur tidak resmi seperti ‘jalan tikus’.

    “Banyak dari mereka tidak sabar menjalani proses, ingin cepat berangkat. Akibatnya, mereka menempuh cara-cara ilegal yang justru berisiko tinggi dan berujung deportasi,” katanya.

    Menyikapi fenomena ini, pemerintah berupaya memperkuat langkah pencegahan. Salah satunya melalui inisiasi pembentukan forum deteksi dini di tingkat Rukun Tetangga (RT). Forum ini diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam mengawasi dan mendeteksi potensi pengiriman PMI secara ilegal dari lingkungan terkecil.

    “Sosialisasi harus dimulai dari lapisan paling bawah. Kita ingin ada forum RT sebagai bentuk keterlibatan langsung masyarakat dalam mencegah keberangkatan nonprosedural. Jika ada pergerakan mencurigakan, bisa cepat dilaporkan,” ucap Christina.

    Ia menekankan, pemerintah tidak pernah melarang warganya untuk bekerja di luar negeri. Namun, seluruh proses harus mengikuti ketentuan hukum dan prosedur resmi agar hak-hak pekerja terlindungi.

    “Pemerintah terbuka dan terus membuka peluang kerja ke luar negeri, bukan hanya ke Malaysia. Tapi semuanya harus melalui jalur legal. Informasi tersedia luas dan layanan BP3MI sangat membantu,” tegasnya.

    Christina juga menyoroti kompleksitas pengawasan wilayah perbatasan, terutama di Nunukan yang memiliki medan berat dengan akses darat dan laut. Meski upaya pengawasan telah melibatkan berbagai pihak, seperti Imigrasi, TNI dan Polri, tetap saja ada celah yang dimanfaatkan pelaku pengiriman ilegal.

    “Situasi di lapangan memang menantang. Tapi ini menjadi catatan penting agar pengawasan dan koordinasi lintas sektor terus ditingkatkan,” harapnya. 

    Ia menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta kementerian terkait seperti Kementerian Luar Negeri. Semua pihak, menurutnya, harus terlibat aktif dalam mengakhiri praktik pengiriman PMI ilegal demi perlindungan hak dan keselamatan Warga Negara Indonesia (WNI).