Reporter: Aswin | Editor: Buniyamin
TENGGARONG – Suasana Iduladha 1446 H yang seharusnya menjadi momen kebersamaan dan kedamaian berubah menjadi tragedi berdarah di Desa Muara Muntai Ilir, Kecamatan Muara Muntai, Kutai Kartanegara (Kukar).
Kepala Desa Muara Muntai Ilir, Arifadin Nur menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok orang tak dikenal saat sedang menggelar acara halal bihalal di kediamannya, Minggu (8/6/2025).
Dalam keterangannya, Arifadin mengungkapkan saat itu ia dan jajaran perangkat desa sedang mengadakan selamatan sederhana bersama para ketua RT, BPD, Linmas dan ibu-ibu warga sekitar.
Mereka berkumpul dalam nuansa Iduladha, memasak bersama, membakar ayam, dan bersilaturahmi dalam suasana kekeluargaan.
Namun situasi berubah mencekam saat sekelompok massa mendatangi rumah Arifadin dan langsung melakukan penyerangan.
"Kami dikira sedang mengadakan pertemuan dengan pihak Pelindo. Mereka datang, langsung menyasar rumah, menghancurkan jendela dan memukul saya," jelas Arifadin, Senin (9/6/2025).
Ia menuturkan, aksi brutal itu merupakan buntut dari demonstrasi penolakan terhadap rencana masuknya Pelindo ke wilayah perairan Muara Muntai.
Menurutnya, para pelaku adalah pihak-pihak yang diduga merasa terancam mata pencahariannya dengan kehadiran Pelindo sebagai BUMN resmi.
"Saya dituduh sebagai provokator yang ingin menarik Pelindo masuk. Padahal prosesnya resmi dari Kementerian Perhubungan dan KSOP. Mereka ini bukan warga sini, bukan masyarakat Muara Muntai Ilir," tegasnya.
Lebih parahnya lagi, kekerasan fisik yang dilakukan para pelaku menyebabkan luka serius. Arifadin mengalami memar dan luka robek yang harus dijahit di beberapa bagian tubuh.
Ia dipukul dengan balok kayu ukuran 5x10 cm di bagian bahu, paha, dan lengan. Bahkan Kasdi, salah satu perangkat desa yang mencoba melindungi Arifadin, turut menjadi korban. Kasdi dihantam dari belakang, kepalanya harus dijahit tujuh jahitan.
"Makanya kami disini merasa keberatan merasa jadi korban penyerangan yg bisa dibilang berencana, karena memang bawa alat dari luar, kan persiapan dari awal berangkat ini sudah bawa alat, berati kan sudah berencana," lanjutnya.
Dalam insiden itu, rumah Arifadin rusak parah. Tiga jendela pecah, kaca-kaca berserakan, dan suasana Iduladha pun berubah menjadi kepanikan massal. Massa yang menyerang diperkirakan berjumlah delapan orang.
Namun, kata Arifadin, hanya sebagian kecil yang bertindak anarkis, sisanya hanya menonton karena tidak tahu latar belakang sebenarnya.
"Hanya tujuh sampai delapan orang yang menyerang. Sisanya bahkan tidak tahu kenapa mereka di sana. Ini jelas salah persepsi yang dimanfaatkan oknum-oknum preman untuk menyerang kami dengan mengatasnamakan masyarakat," tambahnya.
Arifadin menegaskan, kehadiran Pelindo di wilayah Muara Muntai Ilir bukan inisiatif desa, melainkan bagian dari penugasan resmi negara. Rencana tersebut masih dalam tahap sosialisasi dan belum beroperasi penuh.
"Pelindo datang atas dasar pelimpahan tugas dari kementerian. Mana mungkin kami bisa menolak perusahaan negara? Tapi kami malah dijadikan sasaran, dikira dalang dari semua ini," jelasnya.
Dari hasil laporan yang disampaikan ke pihak kepolisian, terdapat delapan pelaku pengeroyokan. Hanya satu di antaranya yang merupakan warga lokal. Sisanya berasal dari luar daerah.
Kini, pihak desa telah berkoordinasi dengan kuasa hukum dan menyerahkan sepenuhnya proses penyelidikan kepada pihak berwajib.
Namun, Arifadin meminta agar penanganan kasus ini dilakukan dengan serius dan tidak setengah hati.
"Kami harap Polres benar-benar menyikapi ini sesuai hukum yang berlaku. Jangan ada sampai nanti Polres setengah - setengah mengambil tindakan, Karena kita tau kalo ada orang besar di belakangnya jadi jangan sampai ada istilahnya jadi kabur nanti penetapan pasal - pasal yg tidak sesuai," pungkasnya.