Reporter: Tri Agustini | Editor: Bambang Irawan
SAMARINDA - Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda terus memperkuat langkah konkret dalam pengendalian banjir yang selama ini menjadi persoalan kronis di ibu kota Kalimantan Timur (Kaltim).
Wali Kota Samarinda, Andi Harun, memaparkan upaya yang dilakukan tidak hanya mencakup hilir, namun juga sektor hulu, dengan pendekatan teknis dan sosial secara menyeluruh.
“Kita melakukan pendalaman secara spesifik dan detail terhadap rencana program pengendalian banjir tahun ini dan 2026, untuk memastikan program yang kita laksanakan itu menjawab persoalan teknisnya,” ujar Andi Harun.
Ia menyebut, persoalan banjir di Samarinda terbagi dalam berbagai segmen, mulai dari permasalahan sungai dan drainase di hilir, hingga aktivitas pengupasan lahan di hulu.
Dalam konteks hilir, Andi Harun menyebut perlunya integrasi lintas pemerintahan, dari tingkat kota, provinsi, hingga pusat.
“Kita butuh sinergi dalam penanganan sungai, mulai dari bantaran, penanggulan, pemasangan sheet pile, sampai penanggulan alami,” jelasnya.
Analisis juga dilakukan terhadap banjir yang terjadi dalam tiga kejadian terakhir di berbagai titik rawan seperti Lempake, Damanhuri, kawasan flyover Juanda dan Kadrie Oening, hingga AW Syahranie dan wilayah Samarinda Seberang.
“Kita juga mempelajari data sains seperti curah hujan, sedimentasi, dan penyebab luapan di titik-titik tertentu,” tambahnya.
Andi Harun juga membeberkan bahwa Pemkot memerlukan dukungan pembiayaan yang besar dari provinsi dan pusat. Di antaranya, pembangunan 10 rumah pompa air yang diperkirakan memerlukan anggaran sebesar Rp867 miliar, serta pembangunan tanggul tanah dan beton sepanjang total lebih dari 16 ribu meter, dengan kebutuhan dana sekitar Rp900 miliar.
“Kami juga sedang mengidentifikasi lokasi rumah pompa, seperti di jembatan Lempake, kawasan Griya Mukti, PM Noor, Talangsari, Sempaja, hingga kawasan AW Syahranie dan Jembatan Lampu Mangkurat,” terangnya.
Namun, menurutnya, tantangan besar tak hanya bersifat teknis, tapi juga sosial. Banyak aliran sungai di Samarinda yang saat ini ditutupi pemukiman padat. Penanganan membutuhkan pendekatan kemanusiaan yang tepat.
Selain itu, Andi juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap aktivitas tambang dan perkebunan sawit di wilayah hulu yang berkontribusi pada meningkatnya debit air dan sedimentasi sungai.
“Kita berharap daerah perbatasan Samarinda dikecualikan dari izin tambang. Kalau pun sudah terlanjur ada, mereka wajib membangun sistem pengendalian air sendiri,” ujar Andi Harun.
Ia berharap semua pihak, termasuk Pemprov Kaltim, Balai Wilayah Sungai (BWS), serta DPR RI dan DPRD dapil Samarinda, bisa duduk bersama membahas masalah ini secara terpadu.
“Kita tidak bisa saling lempar tanggung jawab. Ini bukan hanya urusan kota, provinsi, atau pusat saja. Masyarakat ingin solusi, bukan perdebatan kewenangan,” pungkasnya.